Monday, November 5, 2012

Dua tontonan, Bond vs Ababil

Setelah sekian lama enggak update ini tumblr dan nulis beberapa update yang berakhir jadi draft, I finally find the mood to write again. Yah my life is starting to get better, so mood datang lagi. Ditambah kejadian malam minggu kemarin yang lucu, jadi pengen cerita…



Jadi Skyfall, film terbaru James Bond baru-baru aja keluar. Sebagai pecinta film dan James Bond, Saya dan Popo berangkat nonton di bioskop paling dekat dari apartemen. Kami berangkat setelah sholat maghrib, padahal filmnya dimulai jam 18.15. Yah mending telat deh. Akhirnya setelah telat 5 menit dan dapat kursi front row, kami pun menikmati malam minggu itu. Not bad, masih bisa nonton prolog-nya sedikit.



Nah, setelah prolog, seperti film James Bond pada umumnya, diputarlah opening ala James Bond dengan Adelle yang menyanyikan OST-nya yang, juga selalu, berjudul sama dengan judul filmnya. Well I’m not a fan of Adelle dan openingnya itu dark banget. Banyak tengkorak dan teman-temannya. Jadi lah mata saya jelalatan. Dannn… waktu itu lah saya menemukan mereka. Satu pasangan lain selain saya yang duduk di front row… paling pojok. Hehehe, jadi kepo, saya justru mengamati mereka. Walaupun saya di tengah, saya tetap bisa mengamati mereka dengan jelas, secara yang di front row ya memang cuma Saya, Popo (yang serius banget nonton, sampai enggak bisa diajak ngobrol), sama pasangan itu. 



Seperti sudah saya kira, pasangan itu… ehmm… yah gitu deh. Mereka sibuk bikin film sendiri. Saya cuma bisa geleng-geleng kepala. Bukan mau sok suci atau apa, tapi heran campur kagum. Itu badan mereka enggak sakit apa yah ditekuk-tekuk begitu? Mereka harus merendahkan posisi duduk mereka supaya enggak kelihatan sama penonton dari atas. Terus, di antara seat kan ada sandaran lengan yang permanen, bukan yang bisa di angkat. Dari jauh pun terlihat posisi mereka sangat enggak nyaman. Haduh… demi yah, demi… f^_^;)



Si cowok, yang kelihatannya do the hard work, sadar kalau saya lihatin. Dia balik badan melihat ke arah saya. Ya saya innocent aja, wong mereka yang harusnya segan. Tapi terus dia balik badan lagi dan bikin film lagi ( ̄▽ ̄). Mungkin dia enggak begitu jelas melihat saya karena jarak yang agak jauh atau memang mereka bebal. Yah anywho, Saya dan Popo jadi ada dua tontonan. Saya enggak habis pikir kok bisa itu badan ditekuk dan ditabrak-tabrak gitu? Popo enggak habis pikir kok bisa mereka mengabaikan film James Bond yang keren itu? Mereka akhirnya berhenti setelah ada 2 ababil funky yang masuk di tengah film dan duduk di front row juga.



Ketika film selesai, Saya lihat pintu keluar ternyata cuma ada satu dan itu ada di sebelah kiri saya, which means si pasangan mesum itu harus melewati Saya dan Popo. Dari ujung mata, saya lihat Mereka yang tadi nya udah berdiri dari tempat duduk dan terburu-buru mau kabur akhirnya mematung. Ehehehe, kami pun iseng enggak mau keluar sampai mereka lewat. Si cewek gelisah dan akhirnya buru-buru melewati kami sambil menutupi wajahnya dengan rambut, udah kayak pelaku kriminal aja (⌒▽⌒). Sampai di luar pun mereka masih terburu-buru sampai nabrak sana sini. In short mereka sadar kalau Saya dan Popo menangkap basah mereka, mereka malu, terus cepet-cepet deh. Ternyata mereka ababil loh, kelihatannya sih anak SMP-SMA gituh. 



I really don’t wanna judge or anything, but I think it’s so stupid to go to a box office movie with full audience and do such thing. Yah semoga mereka belajar lah, dan semoga pelajarannya itu; kita harus menahan diri dan berpacaran sewajarnya, bukan; kita harus cari film atau tempat yang lebih sepi (^_−)−☆.

Saturday, September 15, 2012

Tuesday, August 14, 2012





I joined a quiz from Citra with “a wedding” as the prize. I didn’t get the wedding but i won the souvenirs. @sojiropopo (Taken with Instagram)

Tuesday, July 24, 2012





That’s me and Sipa. Yes we wore jeans. We already in Jeddah at that time. According to my Guide, Jeddah is more ‘international’. So it is okay to wear jeans and tight shirts. Apparently it also okay to not wear veil. Anywho we were at Red Sea, or at least the south part of it. Well the sea is not red for sure…. 





That’s me in Al Haram. Masjidil Haram is the mosque where the Ka'aba located. It’s huge and awesome. I spent my whole life looking at Ka'aba on picture and tv, yet I always pray towards it. So there it is, behind me. I was not allowed to take DSLR camera into the mosque so this was take using Sipa’s Iphone.

Mempertanyakan Bisnis Baju Muslim.

Apa sih sebenarnya definisi dari baju muslim? Kalau di googling ‘baju muslim’, hasil yang keluar berkisar sekitar online shopping. Di wiki juga enggak ketemu. Pada akhirnya dari berbagai sumber tak terpercaya (baca: blog, random websites) yang saya dapat, definisi busana adalah segala sesuatu yang menempel di badan dan definisi Muslim sepengetahuan saya ya orang yang beragama Islam. Jadi versi bego-begoan saya, baju muslim itu segala sesuatu menempel di badan yang sesuai syariat agama Islam. Lucunya lagi, entah kenapa kok baju muslim atau busana muslim identik sama cewek yah? Kok enggak baju muslimah? Terus kenapa juga baju muslim cowok jadi baju koko? Halah malah mbleber….


Jadi kenapa topik ini? Ini berawal dari niat kami sekeluarga buat pergi umroh. Perjalanan religius ini memakan waktu 9 hari di middle east sono. And it hit me, saya tidak punya cukup baju buat 9 hari. Oke, saya ngaku, saya bahkan enggak punya 1 pun baju yang pantas dipakai disana. Waktu saya buka lemari, isinya jeans, tank top, shorts, t-shirt, mengumbar aurat semua deh. Giliran ada yang lengan panjang, eh ketat juga. Alamat bakal ditangkep askar….hiiiii emoh!!!


Yah mau gimana lagi? Saya memang enggak pernah pakai baju muslim pas lebaran, enggak tahu kenapa. Sementara kalau ada pengajian biasanya pake baju lengan panjang plus jeans atau rok panjang. Tapi ya itu tadi, baju lengan panjang dicoret karena menurut cerita orang-orang yang pernah kesana baju enggak boleh ketat. Terus apa kabar sama rok panjang? Itu juga dicoret karena rok panjang saya either warna neon atau penuh pattern dan disana juga katanya enggak boleh terlalu mencolok. Ealah….


Di tempat lain, lebih tepatnya seberang meja belajar saya, Sipa juga ternyata enggak punya cukup baju muslim. Ternyata kuliah di universitas Islam tidak membuat si adek punya baju muslim yang proper buat umroh. Baju-baju kuliahnya enggak jauh beda sama “baju muslim saya”, lengan panjang ketat dan skinny jeans. Dan yang paling penting, kita belum punya baju ihram.


Jadilah kami kakak beradik hunting baju muslim. Dari berbagai sumber kami menyimpulkan baju yang kami cari itu baju+celana yang warnanya enggak mencolok, sukur-sukur putih, lengan panjang, enggak ketat, enggak transparan. Hhhhooo…. tiba-tiba kami jadi merasa mendapat definisi sebenarnya dari baju muslim. Ehehehe….


Berangkatlah kami ke satu jalan di kota pelajar ini yang punya beberapa gerai baju muslim. Sampai sana kita bengong donk. And it’s not in a good way. SUSAH BANGET NYARINYA!! Baju yang kita lihat itu enggak ada yang memenuhi syarat. Ada yang enggak ketat, tapi panjang lengannya ¾. Ada rok panjang, tapi warnanya neon plus rame banget polanya. Ada baju ihram, alias baju putih panjang, tapi tetep sedikit membentuk badan dan TRANSPARAN SODARA!!! Ada baju-baju daleman satu warna. Biasanya sih dipakai di kayak singlet, jadi bisa buat pakai baju lengan pendek tapi lengan tetap tertutup. Dan baju daleman itu ketat… -__-“ Bisa sih beli baju itu terus beli baju transparan yang saya lihat sebelumnya, tapi suhu di Arab sana katanya sampai 50 derajat. Pakai baju dobel-dobel sungguh bukan merupakan sebuah opsi. Sekarang sih saya tahu, mau pakai bikini atau baju dobel keringetnya tetep sama, tapi waktu belanja ini saya kan belum tahu. 


Despite all the odds, saya dan Sipa pulang membawa satu tas belanjaan berukuran… yah mayan lah. Kami berhasil menemukan beberapa baju enggak ketat dan enggak transparan, tapi berwarna. Kami kembaran loh…. Saking sedikitnya model baju yang kombor-kombor plus tebel itu. Kami juga menemukan baju ihram putih yang enggak tembus pandang….. di toko lain. 


Pulang dari belanja saya dan Sipa jadi diskusi, kok susah yah cari baju enggak ketat, enggak transparan, dan satu warna? Padahal itu bukannya simple? Kami jadi mempertanyakan bisnis baju muslim. Bukannya saya menolak hijab fashion atau sejenisnya loh. Itu sih justru jadi inspirasi saya di masa depan (Amin…). Tapi kenapa ketika mau mencari perlengkapan umroh jadi susah? Apa baju muslim untuk di Arab harus beda toko sama baju muslim pada umumnya? Atau memang saya yang enggak bisa nyarinya?

On A Phone In A Hotel In Jeddah.

Sunday, June 17, 2012





Now I know the function of physics, well at least one of them.





The great great great grandparent of my first laptop, Toshiba Satellite. 





That’s my lil sis with merapi picture behind her. And yes, we went to Museum of Merapi…. Merapi Museum…. Volcano Museum… Oh well it is a museum for sure but I couldn’t remember the name of the museum. Blame them, lack of signage. LOL. Anyway it’s a museum about Merapi, a volcano in my city, Yogyakarta. 

Thursday, June 14, 2012

Life is like the act of taking photos. Simply focus on your object(ive) and don’t let anything else blur out your visions. Your photo is your visualization of life.

- Diana Rikasari 

Tuesday, June 12, 2012





#coffee #starbucks (Taken with Instagram) everytime I got upset, starbucks always cheer me up…. Dunno why though. For now, i think i just tired of looking for job, or to be precise looking and choosing my career. I guess there are about 2-3 places in which i am 90% sure i am accepted. Plus, I am lucky enough to be surrounded by helpful and supportive family. Cause, a good cousin of mine offers me jobs, yes with ’s’. i simply just have to pick which one. He said he can help me to get an interview in architecture consultant, developer (the big ones), or media. And…… I am pretty much confused now.

Thursday, May 3, 2012







So I happened to find this cool website about matchmaking clothes. Yyaayy!! and my first favorite set is this one. This is awesome because I’m gonna have a presentation for my final year project, hopefully, by the end of this month. *finger crossed*. Then there’s this rumor about the dress code, it should be white shirt and black skirt. And believe it or not, most of my friends ended up like waiters. Can’t blame them, I’ll do the same if I haven’t found this picture. The only problem is this is Yogyakarta, there’s no way I can find that brands even if I go to Jakarta. Anyway, I’ll try to find similar stuff here. Now, back to work on chapter 2.

Saturday, April 21, 2012





#chocolate (Taken with instagram)



If I have a bad day, a glass of signature chocolate is the easy way out. Especially when the religion forbid you to go for alcohol. Lol :3





#brunch (Taken with instagram)

Monday, April 9, 2012





And the gifts were not that much, it’s just some accessories and a clutch. I just put each gift in different box so it looks like there’re plenty of them lol. Well it’s not only because of the quantity, but I personally love to have accessories put in a specific boxes. It make it easier to look, pick, and it’s more neat. 





My mom turned out to be so happy with this little surprise. It’s amazing how small things like cake and gifts can become so special after they’re surrounded by flower. My dad hates flower and he never give her or any of his daughters. That’s why I insisted to use rose. Sipa was so pessimistic, she said with her poker face “Dad’s gonna throw this away…”


What’s ironic is that Sipa and me have boyfriends that…. kinda hate flower. I rarely saw Sipa with flower. As for me, i guess it’s only 2-3 times Popo gave me flower. All of them were because I asked him to :(





I know I sound narcissistic, but I think I’m getting better in taking picture….. lol 





On 2 April, my mom had her 50th birthday. Sipa and I planned to give her a surprise dinner. Luckily  both of my parents had to go to Semarang very early that day then go back to Jogja in the evening. So we had all day to prepare the gift and the dinner surprise.


Plan will always be a plan, on 5 PM, mom called us to say that they’re not gonna make it tonight. So I working on plan B. Having all the presents we gave for her and the cake, surrounded by flowers, on our dinner table. The plan was fro my mom to see this lovely cake, gifts, and flowers when she first got into the house.


And here they are….

Wednesday, March 28, 2012





And this is Shinta. So it used to be me, Shinta, Mala, and Nisa. We lost contact with Nisa, so it’s just the three of us. We came from different high school and met in a tutorial class. If my memory is correct, we only met 2-3 times a week and we didn’t go out much. But somehow we still are best friends until today. 


Shinta is one of the most positive person I know. She never thinks much, but not in impulsive way. Every time there’s problem, she naturally thinks of a solution, instead of blaming others. At some point, I think she just don’t think that the problem might be caused by others. So, yeah… she ends up helping a lot of people, maybe without she even realizes it.


I really believe it it her kindness that somehow bring her luck. She is so lucky in so many aspects. I envy her job. She got a nice job, and some facilities that no fresh graduate can get. Every time we meet, she tells me about how she’s doing and stuff, it’s just a normal chatting between friends, yet she inspires me to always do good thing to others. And once again, I think she doesn’t realize how much she inspires me.


What makes me even sure about that is her comment. Many times Mala and I says how lucky she is with her love life , career, and education. Her respond is “God always bless me.”





She is Mala. We’ve been friends since…. 5-6 years ago. Sometimes i am amazed and, at the same time, proud with some long - lasting friendships that I have.I think the ironic part comes from the fact that I didn’t do anything to take care of it. There’s time that I tried so hard to make friends and maintain the friendship, all failed. But when I just let it flow, somehow it just works out. 


I guess the point is nobody can meet ideal friend or create ideal friendship. They’ll find you. All you have to do is just wait and make friends with a lot of people. As time goes by, the filter will works on itself, and without realizing it, you’ll be surrounded by your true friends.  

Tuesday, March 6, 2012





This photo was rather old, maybe 1 or 2 weeks ago. My supervisor is driving me nuts that I did nothing but sleeping and eating. Anyway…. It’s been a while since I met Arin. We used to live in the same place, NUS. And we still do, except it’s Jogja. But somehow it’s just hard for us and Jhendra to meet up.



Once I and Anin had a discussion about this. Sometimes we stuck in an event like orientation, exchange program, even military service. We had new friends and we were very very close with them. But once the ‘event’ was over, so did the friendship. She said that this kind of thing happened because we had the same past and when we meet, the topic will be about the past. And that’s why it’s gonna end sooner or later, sooner usually. Sound sad to me, but I can’t say it’s wrong.



However, Arin is just so nice to keep contacting me and we just had lunch this noon. We plan to do this lunch ritual weekly. Of course we also plan to hace Jhendra join this ritual. It’s gonna feel like old times, every wednesday me, Arin, Jhendra, and Fira would have lunch together at 'the deck’ because our classes ends at the same time that day….. Here we go, I’m talking about another 'past’. But,,,,, I guess it won’t hurt, you know, trying to keep your 'event friendship’ going.

Tuesday, February 14, 2012

Valentine, nothing special, really!

Yesterday was valentine. Since Popo is living 200 km away from me, I sent him cookies and it’s crushed into crumbs. But he was so happy so I considered that as success. 


I also had dinner with the girls in the evening. It was us girls only. I know it looked pathetic, but we actually had fun. And talking about pathetic, just 30 minutes after we arrived at the dining place, there were 7-9 guys sat at the table next to us. I guess we’re not that pathetic after all.





This is a valentine chocolate from Dyaz. The only chocolate I got this year. None of my close friends really care about valentine. It’s not really our thing and we have final year project to focus on. But Dyaz will always be Dyaz, a girl who is so loving and caring. 

Monday, February 13, 2012





Me, Dita, and Sipa. I know it’s a wedding but since I didn’t bring my camera I didn’t take any picture of my newlywed cousin :( . Not only because of no camera, but also the condition. Whoa, it’s so crowded. Even if I had my camera, I should work hard to get the bride and groom pictures. Dita had some in her camera, but it were the couple plus all of the family member. I guess it were around 15-20 people in one frame. So if I show the picture, no one would see a person. They’d rather see ‘matches’. There’s a team of photographer at that wedding, so I just wait for my personal picture with the couple from them. 





As pager ayu, I got a partner which called pager bagus. He’s also my cousin. Once again I tried to use instagram effect and this is the result. I confess at this wedding I didn’t bring my camera. That’s because I know that I’m gonna be really busy being pager ayu and I don’t think I can be pager ayu holding such big camera and taking pictures. All this picture was taken using Dita’s camera, which also my cousin, and the one that took pictures were some people like me, Dita, my future brother in-law, and many more. 





Okay, so I actually wanna put some instagram effects on this picture. But I can’t use instagram at that time so I just try to make it similar. Somehow it turned out like this. Oh well, at least I tried. These are also my cousins, it’s actually kinda sad because we live in the same city yet we haven’t met in years. Anyway, we finally met at the wedding so there we were, smiling so big.





I’ve been so lazy lately, and I mean L-A-Z-Y. All I wanna do is focus on my final year project and I actually have nothing to do but that. Yet I keep playing around, making cookies, playing with my ipad, yada yada. And now, I’m uploading pictures after edited them. So, my cousin got married recently, and I participated as ‘pager ayu’. Basically what pager ayu does is greeting guest and lead them the way to the bride and groom. So this is me and some of my cousins.

I was stupid.

Sunday, January 15, 2012

Galau, friend shock (lagi)

Waktu itu kamis malam, saya menghabiskan malam saya di tempat favorit saya, Dunkin Donuts di Jakal. Lagi asyiknya streaming Desperate Housewives episode terbaru, seorang teman menyapa.
“loh Nadia? Ngapain?”
“eh halo, aku lagi iseng aja”
“oooo….. Kok sendirian aja?”
“….. Iya, enggak apa-apa.”

Dan dia pun berjalan sama pacarnya ke meja lain, setelah dengan nada memelas bertanya tentang kesendirian saya. Sudah persepsi normal di sini, kalau ada yang sendiri berarti ada yang salah. Saya pun baru sadar setelah basa-basi ringan itu, kenapa saya sendirian? Sejak kapan saya jadi menghabiskan waktu sendirian?

Saya jadi terbiasa apa-apa sendirian sejak saya exchange. Setelah beberapa minggu tinggal di asrama, saya melihat beberapa teman saya makan sendirian di kantin, ke perpus sendirian, bahkan ke mall sendirian. Dasar cewek ndesit, saya sering tanya ke mereka “kok sendirian?” dan mereka menjawab dengan bingung “ya memang sendirian”. Sejak itu pun saya pede aja kemana-mana sendirian, mulai dari volunteer sampai ke Orchard.

Padahal dulu saya paling takut kemana-mana sendirian. Mau ke kampus aja harus janjian dulu sama teman, apalagi ke mall. Makannya buat saya teman itu penting, jauh lebih penting daripada pacar. Waktu jaman remaja dulu, saya melihat para cewek pacaran, putus, pacaran lagi, putus lagi. Dan setiap mereka putus dengan cowok yang berbeda, mereka selalu dihibur oleh orang yang sama, sahabat mereka. Saya yang masih blo'on itu, dengan mengukur tingkat kelanggengan antara pacar dan sahabat, jelas merasa sahabat lebih tulus dan lebih setia. Saya sendiri cukup beruntung punya Popo, cowok pertama dan satu-satunya yang menyandang predikat sebagai pacar saya. Tapi bahkan itu pun tidak mengubah pendapat saya bahwa sahabat jauh lebih penting dari pacar. Atau justru karena merasa aman sama Popo, saya jadi berpendapat gitu yah?

Ironisnya, predikat teman yang saya anggap paling penting justru flexibel karena bisa ‘digantikan’. Waktu saya exchange, saya enggak mungkin cari pengganti pacar atau keluarga kan? Yang mungkin ya mencari pengganti teman. Di luar dugaan ternyata berteman dengan orang beda negara itu enggak gampang. Ketika itu, saya yang mulai frustasi jadi berpikir praktis dan mulai meluluhkan impian muluk yang saya bayangkan sebelum berangkat.

Saya mulai berpikir bahwa saya hanya akan ada di sana selama 6 bulan, jadi saya tidak berusaha mencari sahabat. Ada 'jarak’ yang memang saya buat antara saya dan teman-teman disana, terutama teman-teman asrama karena dengan mereka lah saya menghabiskan waktu paling banyak. Sebisa mungkin saya tidak mau buat masalah. Jadi kalau saya mulai merasa mereka nyebelin, saya enggak makan bersama, saya enggak turun ke lounge, dan menghabiskan waktu di kamar, browsing dan streaming. Sampai nanti mood saya baik lagi. Mungkin saat itu sendirian mulai terasa menyenangkan buat saya. Waktu itu saya dengan jahatnya berpikir bahwa mereka 'hanya’ teman selama disini dan saya punya real friends di Jogja sana. Kemungkinan untuk bertemu lagi juga kecil karena negara kami yang mencar-mencar, jadi buat apa 'work hard’. Bahwa akhirnya kami malah jadi nangis-nangis pas perpisahan, itu diluar dugaan.

Singkat kata, waktu itu pegangan saya ada para sahabat saya di Jogja. Beberapa gelintir orang yang bukan cuma bisa saya ajak ketawa bareng, tapi juga nangis bareng, dan ngobrol ngalur ngidul dari yang paling enggak penting sampai yang penting. Teman yang saya enggak perlu takut kalau berantem bahkan sampai bikin 'jarak’.

Satu semester itu bukan waktu yang lama, paling tidak menurut saya. Bukan waktu yang cukup untuk membuat kenalan menjadi sahabat, bukan juga waktu yang cukup untuk mengubah persahabatan yang terjalin beberapa tahun ini. Eh ternyata salah loh. Pas saya pulang, salah satu sahabat saya jadi 'ganti aliran’ #halah setelah 6 semester bareng. Sementara 2 sahabat saya yang lain yang dulunya kembar siam, sudah enggak saling mengabari lagi. Lulus sepertinya jadi Dokter yang berhasil memisahkan mereka. Yang sedang berjuang di luar kota juga jarang banget ketemu satu sama lain. Ada juga yang ingin ngopi tapi justru sms ke orang lain, dan si orang lain justru sms mengajak teman saya. Teman saya pun hanya bisa bengong tahu bahwa sahabat kami enggak mengabari dia soal ngopi. Tidak ketinggalan sahabat lama saya menyapa saya via net hanya untuk memberi saya 'pukulan telak’ yang untungnya meleset.

Saya sendiri cuma bisa jadi penonton melihat semua perubahan yang terjadi selama saya enggak ada. Dan ketika saya melihat ke belakang, tiba-tiba saya jadi melihat hal yang sama. Kekecewaan saya ketika salah seorang sahabat saya tidak datang di acara dinner kecil sehari sebelum saya berangkat, juga ketika dia tiba-tiba pindah ke tempat kerja baru di luar kota. Fakta bahwa saya tidak pernah sekali pun skype dengan orang yang saya beri gelar sahabat. Saya hanya bisa miris ketika 'teman-teman sementara’ saya bercerita tentang skype night mereka dimana mereka menghabiskan satu malam di kamar dan skype dengan sahabat masing-masing. Sementara  teman-teman saya di sana bahkan tidak punya akun skype yang aktif dengan berbagai alasan, mulai dari Koneksi lemot sampai tidak ada orang untuk di telpon via skype.

Yang menghubungi saya via skype justru orang yang saya tidak sangka, orang yang saya anggap 'cuma’ teman. Ada juga yang bilang kangen via twitter dan mengirim foto rumah saya via bbm. Hal-hal kecil yang membuat saya terharu. Kejadian yang paling saya ingat saat ulang tahun saya adalah ketukan pintu di tengah malam oleh teman-teman asrama saya, orang-orang yang saya anggap hanya sementara, orang-orang yang kemungkinannya paling kecil untuk memberikan saya surprise, I mean we just met 2 months before my birthday. Ini terdengar jahat, tapi jujur saya justru lupa apa para sahabat saya itu mengucapkan atau tidak. Mungkin tenggelam di timeline facebook, atau masuk folder sms yang gagal terkirim, dan jelasnya tidak ada email atau video call karena mereka bukan tipe doyan online.

Tiba-tiba semua jadi upside down. Saya jadi bingung, mana yang sahabat, teman, kenalan, mana yang sementara, mana yang real, dan mana yang fake. Yang saya tahu, saya sendirian dengan hot chocolatte saya……..di Jogja, di tempat asal saya, di 'rumah’ saya. Tempat yang membuat saya kuat sendirian di negeri orang sana.

Saya enggak kecewa sama sahabat-sahabat saya, sungguh enggak. Saya masih ingat betapa senangnya saya waktu mereka datang sore hari memberi surprise ulang tahun saya, juga ketika mereka membawakan saya karangan bunga yang besar waktu saya wisuda, plus kesabaran mereka menghadapi saya yang super rese’. Saya  sadar saya tenggelam dalam konsep indah persahabatan yang saya bangun sendiri, saya jatuh cinta dan menutup mata pada kekecewaan yang saya alami. Dan sekarang saya patah hati. Di saat yang sama Popo justru tetap berdiri di tempat yang sama seperti 8 tahun yang lalu. Saya pun jadi bertanya-tanya, apa memang pacar punya strata yang lebih tinggi dari teman?

Saya masih bingung. Soal teman, sahabat, pacar. Memang saya sudah melihat bahwa konsep persahabatan seperti di Sex and The City, How I Met Your Mother, bahkan Gossip Girl ternyata sama dengan konsep cinta di setiap film romantis, ilusi. Ahahaha…. Saya enggak akan jadi Carrie yang selalu ditemani Miranda, Samantha, dan Charlotte. Atau jadi Robin yang di hibur habis-habisan sama Ted di malam natal setelah tahu dirinya mandul. Atau jadi Serena yang punya temen super licik kayak Blaire tapi tulus banget dalam menjalani persahabatan mereka. Kayaknya saya butuh waktu buat merekonstruksi semua hal soal persahabatan ini. Saya juga bersyukur saya enggak pernah berantem serius sama mereka, apalagi gara-gara rebutan cowok *amit-amit*.

Ini hari Minggu, lagi-lagi saya menghabiskan malam saya ngopi, Kali ini di Starbucks karena wifi nya lebih cepat. Sambil streaming episode terbaru How I Met Your Mother, saya menikmati ice chocolatte raspberry,
Sendirian.

Tuesday, January 10, 2012

Sariawan oh sariawan

Ini cerita enggak penting selama liburan di Bali dan Jogja. Hal-hal kecil yang bikin saya bengong. Dasarnya saya orang ‘ndesit’ kali yah?



Itu pagi hari yang normal, cerah, dan saya baru kelar mandi. Lagi siap-siap pake sun block, eh si Robert manggil dari atas, “Nadia, doctor!!!”. Saya langsung naik ke kamar mereka, yang memang tinggal di rumah saya selama liburan di Jogja. Sampai di atas, Robert dan Nurman kelihatan panik minta dibawa ke rumah sakit. Katanya ada 'egg’ muncul di gusi Robert. Robert pun memperlihatkan si 'egg’ itu ke saya sambil mangap-mangap. Lha? Itu bukannya sariawan yah?



Saya pun dengan santai menjawab, “but that’s only…… You know it’s just……” baru deh saya sadar, saya enggak tahu bahasa inggrisnya sariawan ahahaha…. Saya pun coba google translate, mereka bengong. Coba dari bahasa indonesia ke bahasa jerman, mereka juga bengong. Coba bahasa indonesia ke bahasa inggris terus ke bahasa jerman, masih nihil. Eh? Jadi sariawan itu cuma ada di indonesia? #wongndeso.



Akhirnya saya cuma bisa menjelaskan kalau itu mungkin karena dia kurang vitamin C, kurang makan buah, dll deh. Kita bertiga bahkan sempat diskusi soal ini. Saya masih enggak percaya ada orang yang belum pernah sariawan seumur hidupnya. Kalau memang itu cuma ada di daerah tropis, kenapa juga Robert dan Nurman enggak mengalami sariawan selama setengah tahun tinggal di Singapura? Apa mungkin 'the egg’ itu sesuatu yang berbahaya dan bukan sekedar sariawan? Setelah diskusi dan googling (wikipedia hanya punya definisi sariawan dalam bahasa indonesia, di translate malah amburadul), Pada akhirnya kita sepakat enggak jadi ke rumah sakit. Saya coba bawain obat sariawan, sementara Robert tanya sama temannya yang dokter gigi. Kemungkinan terburuk, dia akan periksa di KL, kota perhentian mereka selanjutnya setelah Jogja.



Entah saya yang menganggap enteng atau mereka yang gampang panik, yang jelas beda budaya ternyata bisa 'ngefek’ ke hal sepele. Selain sariawan, selama di Bali ada momen-momen dimana saya bangga campur bengong campur nahan ketawa karena teman-teman saya ini.



Mungkin karena biasa mengendarai di lajur yang berlawanan dengan Indonesia, mereka cenderung berkendara di bagian kiri jalan, bahkan ketika mereka mau belok kanan. Ebuset, saya yang bonceng jadi deg-degan donk. Udah enggak pake lampu sen, enggak pake ancang-ancang pula. Apa di sana mobil pada ngalah sama motor yah? Yang jelas mereka pede banget ngeloyor gitu aja. Kalau saya bawa mobil/motor di belakang mereka, saya pasti emosi deh. Jadilah saya….errrmmmm…. Apa sih bahasa Indonesianya???? Kalau di sini sih disebutnya 'mbaplang’, jadi yang bonceng melambaikan tangan buat support/gantiin lampu sen gitu. Ternyata hal kecil itu membuat teman-teman kagum. Wai yan bilang “wow, everytime you wave your hand, all cars stop.” lha ya emang tujuannya itu mbak. Hhhhzzzzzz -_______-



Waktu saya bonceng , Robert minta saya untuk memotret pemandangan sepanjang jalan, terutama yang hijau-hijau. Lha jadi lah saya memotret sambil jalan. Richard heboh donk! Dia bilang “nadia’s amazing! She takes picture while sitting on that bike!” Eh? Dia juga heboh karena saya sibuk sms selama di jalan, juga benerin tas, plus ngutak atik kamera. Intinya sih dia kagum karena saya bisa bonceng tanpa pegangan apa-apa. Dia juga memuji saya ketika saya naik di motornya kurang dari 1 menit *tepuk jidat*, katanya sih Wai yan kesulitan kalo mau bonceng. Ironis juga, mengingat dia paling sering bego-begoin saya karena saya paling 'lola’ kalau diajak ngobrol. Dia bahkan mengklaim kalimat yang paling sering saya ucapkan itu “eh, I don’t get it”. Jujur, saya bingung ini kemajuan atau kemunduran?



Saya tahu sih kalau beda negara, beda budaya. Saya juga bukannya tidak pernah mendengar perbedaan-perbedaan itu. Tapi ketika mengalami langsung, saya tetap enggak bisa berhenti kaget, heran, bengong, bingung. 



Wai yan kaget karena saya tinggal di 'rumah’, sementara saya kagum karena dia tinggal di apartemen. Soo yang berkomentar “do you know a lot of people died because riding motorcycle?” ketika saya cerita alat transportasi saya di rumah adalah motor. Nurman yang ngakak karena saya lebih suka MRT daripada bus dengan alasan “itu enggak ada ada di Jogja”. Itu hal-hal kecil yang penting enggak penting, tapi means a lot to me. Sekali lagi, emang dasarnya wong ndeso.



P.s: soal sariawan Robert, terakhir dia skype saya minggu lalu dan 'the egg’ masih utuh, padahal itu dari pertengahan Desember. Katanya sih dia baru mau ke rumah sakit kampus kemarin senin. Apa memang bukan sariawan yah?

Monday, January 9, 2012





Still my favorite place to have coffee and to work on my final project(s). It’s so crowded today. Whoa…. I remembered last year I went there every single night working on my final year project too. It’s not that crowded and I managed to get it done on time, thanks to my best friend, Mem. But it’s unbelievable now, I can’t even get a seat. Geez I just hope I can manage to finish my final year project without this place. 





Dyaz is sooooo calm. If there’s an image of ‘putri Solo’ or any description about how calm Javanese woman looks like, then it’s her. She’s smart, a great architect, and already an expert in craft and sewing. Everything she does, and she claimed as hobby, always turns out great. I wish I had half of her skill then I will be a great housewife or architect. Anyway, she also continue her study here, so no need to worry. Well for some people, it’s good to stay in the same place for the rest of your life. She’s that type. It’s nice somehow, makes her easy to look for.





Desy reads a lot, and I mean A LOT. She reads many kind of books that when I talked to her I goes (゜◇゜). She also graduated last November and will continue on master degree here in Jogja. So no separation… yet. Anyway, maybe because she reads so many books, she always think differently and unexpectedly. I love talking to her because of that. In every issues, gossip, books, works, everything,,,, she just sees it differently. After a long heavy chat with her I always want to read as much as her, but well, after one day, it just goes poof…… ahahaha.. 





Yosi, although different in some parts, I found her as a female version of Popo. If I were a guy, I’d date her. I can talk to her about the most random and weird things I could talk about and she still listen. During my exchange, I miss her so much because of how our conversation going. I only need to tell her my story like 30-40% and I will ask “you know what I mean, right?” and she’ll smile “yup.” and I know she means it. It’s save much energy talking to Yosi.  





This was the star for that evening, well at least me. Anin has been my best friend during college. She graduated last November, which I couldn’t attend because I was in Singapore. Since she has finished her study, she moved from Jogja a few weeks ago. She convinced me that it’s no big deal and she’ll go to Jogja so often. But it’s me…. I take every separation as big deal. 


Anyway, Anin is very adventurous. There were some plans that she mentioned and make me go (” ~ “). In some part, I think she’ll get along with Nurman. I should’ve introduced them.





Had a coffee with the girls. Gossiping as always and talking about random things, also as usual. What different was we talked about how to keep our friendship together since each of us start to move on after graduation, and yes we made a classic plan. Hope it works!!! *finger crossed*

Tentang Bawa Keluarga ke Belanda dengan beasiswa LPDP

  Udah hampir balik, malah baru update soal berangkat. Hehehehe…. Nasib mamak 2 anak tanpa ART ya gini deh, sok sibuk. But here I am, nulis ...