Monday, May 21, 2018

Efek Bom Surabaya buat Emak-Emak kayak Saya


Beberapa waktu yang lalu, Surabaya berduka. Dalam 25 jam ada 5 bom meledak. Buat detilnya, pasti semua juga udah tahu dari berita-berita di luaran sana.

Menurut saya sendiri ini Gila!! Miris banget waktu saya tahu bahwa ada ibu yang ikut jadi pelaku bom, ngajak anak-anaknya lagi. Speechless saya...

That night of all the bombings, saya langsung meluk Zedd. And I believe many parents did the exact same thing. Zedd enggak paham, malah ngira saya ngajak dia maen berantem-beranteman, trus dia berontak sambil ketawa-ketawa.

Lihat dia ketawa, hati saya rasanya makin ngilu. On one hand, I am so so grateful that we are blessed with health and safety here in Jogja. But on the other hand, sedih karena ada ibu di luar sana yang lagi berduka karena ada anak-anaknya yang jadi korban bom. Lebih miris lagi mikirin ada ibu yang jelas-jelas mengantarkan anaknya ke kematian dengan cara yang kayak gini. 

Saya enggak habis pikir apa yang ada di kepala ibu PK (I can't even bring my self to write her full name here on my blog), salah satu pelaku bom gereja di Surabaya? She has 4 children, 2 girls died next to her while the 2 boys died delivering bomb to other place. 

What the F was in her mind? Even worse, apa yang dia omongin ke anak-anak ini sebelum mereka berangkat dari rumah? Atau malam sebelumnya? 

"Nak, temenin Ibu pergi ke surga, yuk?" atau "Hati-hati ya, Nak bawa motornya. Nanti kita ketemu di surga."

Just seem so absurd. Beneran enggak bisa mikir, ini siapa sih yang tahu-tahu muncul dengan ide, yuk kita nge-bom dan mati sama-sama? Apa si Bapak, atau si Ibu? Dan apa enggak ada salah satu anggota keluarga yang membantah gitu? Saya sekeluarga aja nentuin tempat makan pake debat dulu.

Saya tahu kalo yang saya pikirin ini mungkin enggak penting, karena toh udah kejadian. Biasanya juga saya enggak gini-gini amat kok kalo denger berita bom. Alasannya ya karena, biasanya yang ngebom ya ngebom aja, suami enggak ngajak istri, ibu enggak ngajak anak. And the idea of asking children to do things that they don’t even understand yet, bikin saya enggak bisa enggak mikir, especially now that I’m a mother.

Enggak lama, temen saya share Instastory Kunto Aji. Penyanyi ini share screeshot chat dia sama seorang cewek, mungkin temen atau saudara atau follower, tentang bom Surabaya. Ternyata salah satu anak yang jadi korban bom (I still see them as victim, and I believe many also see them like that as well) belajar di sekolah yang sama dengan kerabat dari Mbak itu. Katanya anak tersebut emang enggak pernah ikut pelajaran PKn dan agama. Trus kalo ditanya, cita-citanya itu mati sahid.

Surprise much?

Saya dan temen sesama ibu pun jadi ngebahas soal ini. Yang dibahas apa? Soal masa depan. Just what kind of sh*t world did I bring Zedd into. Obrolan kami agak melenceng sih.

Temen: Ntar kalo anak gw udah sekolah, gw bakal ngasi tau, “Nak, kalo ada temenmu yang cita-citanya mati sahid, kasih tahu, ya!”

Me: Trus kalo udah tahu, mau gimana? Pindah sekolah?

Temen: Lapor sekolah? Lapor polisi kecepetan kali, ya? Atau di hari pertama sekolah, anak kita suruh tanya aja apa cita-cita mereka. “Hai namanya siapa? Cita-citanya apa, mati sahid bukan?”

Jadi malah becanda. Hehehe… Out of respect for all the bomb victims, this was just our way on using humor as defense mechanism toward all these crazy stories. And we did make a point, ini gimana ke depannya?

Seberapa aman tempat tinggal Zedd nanti, cause he still has a long way to go. Kotanya, sekolahnya, tempat ibadahnya. Kalo orang tua zaman dulu khawatir narkoba dan free sex, maka saya sekarang khawatirnya nambah: apa bakal jadi korban bom atau malah ikut ngebom (NAUDZUBILLAH). But let’s be real, kemungkinan itu ada kan? Karena, I can’t stress it more, jalan Zedd, si balita lucu ini, masih panjang.

Okay, let’s say masalah keamanan nasional gitu udah jadi tanggung jawab pemerintah, makannya sekarang RUU Anti Terrorisme lagi rame di berita. I don’t wanna get into that cause, well, I don’t understand politics.

Tapi buat saya, sebagai emak-emak, saya harus gimana kalo liat ada “tanda-tanda” gitu? Berandai aja, gimana kalo ada waktu Zedd sekolah dan ada temennya yang punya cita-cita mati sahid dan enggak mau ikut pelajaran agama?

Belum ada prosedur kami harus gimana, lapor sekolah? Lapor polisi? Atau ada hotline Densus 88 buat ngasi tahu soal hal-hal mencurigakan kayak gini? Atau saya aja yang enggak tahu?
Next adalah soal tetangga. Namanya juga emak-emak ya. Mata Najwa interview tetangga DO (bisa dilihat di YouTube) dan tetangganya memang miss melihat tanda-tanda itu. Kata tetangga ini, dia enggak nyangka karena selama ini terroris atau pengebom itu biasanya tinggal di kontrakan dan hidup sangat sederhana. Sementara DO sekeluarga tinggal di rumah sendiri dan hidup berkecukupan. Mertua DO bahkan menggunakan Alphard waktu berkunjung. Temen saya yang ngepoin berita ini juga bilang Mertua DO atau ortunya ibu PK ini orang (paling) kaya se-Banyuwangi. Bener enggaknya, saya enggak tahu. Di web-web berita sih, saya enggak nemu.

Tapi, abis kejadian, ya baru tetangga ini ngeh soal tanda-tanda aneh, kayak selalu ada motor atau mobil (mewah) yang sering datang. Mengira itu semua berhubungan sama bisnis si DO, tetangga ini ya B aja. Tanda aneh lain itu, sering ada suara dok dok kayak orang lagi membuat sesuatu dari belakang rumah.
  
Kalo ada yang saya pelajari dari kejadian ini, always know your neighbor, kepo pun tak apa. Tapi balik lagi, taroklah udah kepo, sampe tingkat ngeselin, trus melihat tanda-tanda itu, trus harus lapor ke mana?

I know this sounds creepy, ada hotline buat lapor soal kecurigaan-kecurigaan kayak gitu. Karena gimana kalo hal ini berbalik, ada yang iseng ngelaporin saya, mungkin karena saya terlalu kepo, terus fitnah saya? But still, shouldn’t be a system for us, citizens, to help protect our own family and neighborhood? Nonton dan sekilas baca berita online sih, katanya siskamling harus digalakkan lag. Ya hayuk atuh… Sayangnya ini balik lagi masih wacana.

Moga-moga keadaan semakin kondusif. Sekarang semua siaga 1, Merapi juga waspada (enggai nyambung sih). Para Istri polisi, I can’t imagine being in your shoes these days. Moga-moga enggak ada lagi kejadian mengenaskan kayak gini. Semua aman. Buat keluarga korban, my deep condolences and prayers go to you.

Buat para emak-emak, let’s help end this on our end, ajarin anak-anak dengan baik, know your neighbor, and always pray for the best.





Tentang Bawa Keluarga ke Belanda dengan beasiswa LPDP

  Udah hampir balik, malah baru update soal berangkat. Hehehehe…. Nasib mamak 2 anak tanpa ART ya gini deh, sok sibuk. But here I am, nulis ...