Sunday, January 29, 2017

Review Belanja di Reebonz

Postingan ini sebenarnya telat banget. But I believe in better late than never phrase. So here's my review

Berawal dari pengen ngasi kado buat Yang Uti, saya jadi browsing tas Michael Kors. 

Alesannya simpel, cause she has been helping me a lot to take care of Zedd. Support beliau luar biasa lah. 

Nah, Uti, as any other woman, loves bags. Kebetulan belum punya Michael Kors dan suka model-modelnya. 

Cari sana sini, mahal yak... Tapi bertekad banget pengen ngasi ini. Akhirnya mlipir ke Reebonz.

Widihhh diskon 60%!!! Saya banding-bandingin juga sama toko-toko lain, tetep murah ini.

Sebenarnya saya punya aturan buat belanja online. Kayak harus trusted (liat review, komen sosmed, menjelajahi website sampe ke 'about' dan 'contact us')

Apalagi ini tas yang gampang dipalsuin kan. Cari aja di IG #michaelkorskw, muncullah itu tas-tas yang buat saya mirip sama aslinya. Maklum, saya kan bukan yang expert in branded bags.

Tapi si Reebonz ini keliatan sangat amat profesional. Perusahaan gede lah. Singapore-based company dan barangnya juga dari Singapur. Kayaknya enggak mungkin barangnya KW. Selain itu, Reebonz udah ada perwakilan di Indonesia, alamatnya juga ada. Jadi kalau pahit-pahitnya enggak dikirim, saya tau mau protes kemana.

Yauda saya manteb pesen sebelum diskon abis.

Katanya barang akan nyampe sekitar 14 harian. Sialnya, saya pesen sebelum libur lebaran. Bener aja nyampenya lebih lama. 

Sempat deg-degan. Beberapa hari abis libur lebaran saya buka web nya trus chat CS via kotak kecil yang ada di pojok kanan bawah itu lho. 

Responnya cepet, katanya barang saya masih di bagian custom. Yah nasib kena libur lebaran yah.

And it finally arrived...

Kesan saya...










Need I say more?

It was super super pretty. Dibungkus bubble wrap trus pakai pita gold. So elegant. Abis dibuka, barang sesuai dan yah mulus kayak dari box lah. Layaknya barang baru. 




Tapi dari review di forum, enggak semuanya dapet box cantik gini. Katanya yang harga relatif rendah, enggak dapet. Then again, speaking from my experience only, I got the box. 




Dalamnya juga oke. Barang sesuai pesanan. I really had no complaints. Overall puas belanja di Reebonz. Tinggal nunggu ada rejekinya aja, hehehe...






*All photos were taken by me. 

Saturday, January 21, 2017

Tipe Stroller, Menurut Saya…


Berhubung saya pernah 'tenggelam' dalam dunia per-stroller-an. I thought, I'd share my story and how I finally got my perfect stroller.

Sebenernya semua tentang stroller bisa di googling yah. Tapi serius deh, PUSING!!! Too many brand with too many types. At one point, sampe bingung bedanya apah. Ini sih ngalahin mobil variasinya.

Saya pernah coba googling tipe stroller, hasilnya: saya makin bingung. Ada stroller buat jogging dengan roda gede, ada stroller yang lightweight. Pusing lah.

Kalau udah gitu, saya bisa loh ngabisin waktu 1-2 jam cuma googling and streaming stroller biar paham. And until today, saya masih enggak ngerti kenapa ada stroller yang harganya bisa diatas 10 juta dan ngelipetnya masih beberapa step.

Anyway, menurut saya, tipe stroller cuma dibagi 3.

1. Kecil
Ini stroller yang saya bilang tadi. Kecil, kalo dilipet ramping. Jadi enggak menuh-menuhin tempat. 

Kalau versi umumnya, stroller ini includes: stroller buat travel, one-hand fold stroller, umbrella stroller. 

Cirinya, liat rodanya, kalau roda depan and belakang sejajar, mayoritas itu stroller yang bisa dilipat jadi kecil.

Combi Cozy punya Zedd. Foto was taken by  me.


Cara lipatnya juga macem-macem. Yang one-hand fold udah self-explanatory yah. Ya pake 1 tangan. Yang umbrella, pake kaki and harus jongkok. Tapi in general, tipe stroller ini bisa dilipet sambil gendong anak. 

Cukup 1 tangan aja, stroller udah jadi kecil. One more plus is how the stroller can stand on its own. Photo was taken by me.


Merknya beragam. The ultimate one-hand-fold stroller udah jelas Baby Zen Yoyo karena cara bukanya yang keren. Cukup mengayunkan stroller dengan 1 tangan, trus voila, stroller kebuka. Tapi harganya Rp 9 jutaan. Sayangnya, walaupun bukanya gampang, ngelipetnya pakai jongkok. Duh, jongkok sambil gendong anak itu rada susah yes? Yang buatan Jepang ada Combi and Aprica, harganya variatif, dari Rp 3-10 jutaan.

Buat umbrella stroller yang saya tahu Mac Laren and Silver Cross. Enggak tahu harganya karena enggak begitu suka sama model umbrella ini. Alasannya mirip sama Yoyo, harus jongkok buat ngelipet ini stroller. Kata temen saya yang punya ini sih, umbrella stroller bisa berdiri sendiri, tapi posisi kebalik, jadi handlenya yang di bawah. Agak rempong buat saya (orangnya enggak mau ribet).

Ini jenis umbrella stroller. Sumber: Maclaren.us


And of course, Coco Latte dan Joie. Dua merk selalu punya jenis stroller apapun.  Joie namanya ada Mirus, Meet Float, Sma Baggi, yang saya bingung bedanya apa.

Coco Latte juga ngeluarin yang one-hand-fold stroller mirip Combi and Aprica.  Saya enggak tahu namanya, tapi dipakai sama temen saya buat anak kembarnya.

Saya juga lihat umbrella stroller buatan Joie. Pokoknya 2 brand ini, Joie-Coco Latte, punya buanyak varian stroller dengan harga bersahabat.


2. Stroller Gede
Tipe kedua ini yang gede-gede. Manteb. My favorite, Quinny Moodd atau Stokke. Dua-duanya harganya premium. 

Yang manteb juga and miring harganya, balik lagi ke Coco Latte. Coco Latte Angel Bay bagus tampilannya. Atau yang tiruan Bugaboo, Coco Latte Bree, widihhh kalau punya landed house, pengen deh beli itu.

Ini stroller idaman saya, Quinny Moodd. Not only I can't afford it, tapi anak saya cowok. huhuhu... Sumber: Quinny


Ada juga yang dipencet terus buka tutup sendiri, kayak Transformer, namanya 4Moms Origami.

Cirinya stroller gede itu: rodanya gede, rangkanya gede. Roda depan dan belakang bisa enggak sejajar. Biasanya yang belakang lebih lebar, jadi kaki saya enggak nabrak stroler kalau lagi dorong. 

Kalau tinggal di apartemen mini and pake mobil mini kayak saya, mendingan stroller tipe ini dicoret deh. 

Why?
-         Karena gede bentuknya.
-         Kalau dilipet juga gede.
-         Beberapa stroller kalau dilipet, enggak bisa berdiri, meaning harus ditidurin gitu.

3. Stroller Travel
Agak mirip sama yang tipe pertama. Cuma stroller travel bisa lebih kecil and designed to fit in plane's cabin. 

Sayangnya beberapa stroller, termasuk Baby Zen Yoyo yang versi lama, enggak bisa full recline. Jadi bayinya enggak bisa rebahan. Zedd sendiri pernah coba pakai dan ternyata dia enggak betah. Untung saya sewa dulu.

Foto dokumentasi pribadi. 


Yang beken dan sering keliatan pas saya liburan itu, Coco Latte Pockit and Coco Latte i-sport. Saya juga pernah pakai Coco Latte Otto yang bisa dilipet jadi kecil, tapi lipetnya rempong buat saya. Beberapa step gitu deh. 

Baby Zen Yoyo emang mahal, tapi ada beberapa yang mirip and harganya lebih murah, kayak Einhill, Kiddopotamus, and Yaya. Sebenarnya saya sempat pengen beli Yaya. Yaya setahu saya harganya di 2 jutaan. Agak mahal buat standar saya. Trus Popo enggak setuju karena kesannya beli mahal buat barang KW.

--
So that was all. Buat saya stroller Cuma 3 tipe itu. Seperti di post sebelumnya, saya akhirnya memilih stroller kecil dengan segala kekurangannya, which is CombiCozy. Kayak susah jalan di medan off road, kesannya ringkih, dan kaki yang sering nabrak stroller pas lagi dorong.

Awalnya saya pengen Yoyo, tapi udah jelas lah ya enggak kebeli. kalaupun dipaksa nabung, kok ya sayang duit segitu buat stroller doank. Saya lalu ngincer Joie Sma Baggi/Meet Float/Mirus (Sungguh saya enggak paham apa bedanya).

Tapi sebelum saya beli, eh lha kok makin banyak yang pakai. Apalagi warna tosca yang saya incer. Males kalau banyak yang ngembarin. Lha Coco Latte ini aja banyak kembarannya sama tetangga. 

Terus sempat pengen beli tiruannya Yoyo, saking sukanya sama bentuknya yang buat saya itu stylish. Tapi Popo enggak setuju, karena kesannya KW. 

Dan si Combi pun muncul, tak terduga. Karena harga Combi yang cukup mahal, saya sama sekali enggak ngelirik ini merk. Walaupun masih suka ngintip harganya di The Children Store (TCS). Saya juga masih gamang beda tipe 1 dan tipe lain, karena bentuknya kan one hand fold semua yak. 

Bener-bener enggak direncanain, saya, Yang Kung, dan Yang Uti ke IMBEX akhir 2016. Popo waktu ini masih di kebun. Trus saya lihat Joie yang saya incer, eh lha kok harganya mahal to? Bisa 3 juta gitu, padahal di ITC and online, harganya 2 jutaan.

Photo was taken by Yang Kung.


Iseng masuk ke stand nya TCS, ealah lagi diskon. Saya juga udah muter, diantara, Joie Mirus, Jette, sama Combi, ternyata Combi yang paling murah. Diskonnya 1 juta lebih dari harga 3,8 juta. Bisa dicicil pake Blibli pula. Langsung deh dibeli.

Moral of the story: kalau belanja tungguin IMBEX atau MB Fair yah! hahahaha...

I am so happy with this stroller. Soalnya enggak nyangka bisa beli yang brand asal Jepang. Selama ini cuma berani beli stroller yang harganya di bawah Combi. Yah, rezeki anak emang enggak kemana.

Friday, January 13, 2017

Pengalaman Beli Properti, Beli Apartemen Second

Ini kelanjutan postingan Jodoh Enggak Kemana. Disini, saya coba share teknis pembelian apartemen second. 

Jujur, saya enggak begitu paham, sih. Tapi saya coba jelasin sebisa saya, plus tambahan info dari Popo.

So we found the unit that we'd like to purchase. Sebenarnya ini unit udah sering dikontrakin. Terkahir dikontrak sama Yang Uti and Yang Kung. Lantainya cukup tinggi. 

Intinya, ini bukan unit ideal kami. Kami pengennya yang lantai rendah and belum pernah ditempati. Tapi apa daya, harga juga yang bicara. Hahahaha...

Kami udah setahun tinggal di lantai yang sama. Saya juga sering ngabisin waktu di unit itu waktu masih jadi stay at home mom.  Kami cukup betah dan enggak menemukan kendala yang berarti. Jadi Bismillah, semoga emang jodoh kami ya apartemen mungil ini.

Saya udah googling sebelumnya soal beli properti/apartemen in general. Agak nakutin sih. Kayaknya rawan penipuan dll. Saya juga pernah diceritain macem-macem sama salah satu agen properti di apartemen ini, yang intinya harus hati-hatiiiii banget kalau beli apartemen second. (Intinya sih belinya lewat dia aja biar aman, halah.)

Tapi ternyata semua ketakutan saya enggak ada yang terbukti lho. In fact the process was somewhat simple. Yah go with the flow gitu. 

Alhamdulillah juga ketemu langsung sama pemilik yang kooperatif. Beneran deh kalau properti itu pulung (jodoh). 

Pertama soal proses jual beli apartemen secara umum. Waktu apartemen dibeli sama pemilik pertama, developer ngasi yang namanya PPJB. Menurut bahasa saya sih, ini surat tanda apartemen udah jadi punya pemilik.

PPJB ini nanti akan jadi AJB (akta jual beli) yang udah setara sertifikat. Nah, bank enggak akan mau nerima PPJB sebagai jaminan. Inilah alesan saya enggak bisa KPA dan harus beli apartemen cash. Lha enggak ada jaminannya.

Bank baru mau nerima kalau udah AJB. Masalahnya kalau udah AJB dan bisa dicicil pakai KPA, harganya bisa naik dobel-dobel. Rumit, kan? Hukum ekonomi gitu deh (sok tau) (kayaknya sih enggak juga). 

AJB sendiri keluar setelah semua unit kejual, which is why it takes so long. Apartemen yang saya beli ini udah 5 tahun berdiri dan belum keluar AJB nya.

Kalau ada orang yang mau jual pas apartemen ini masih PPJB statusnya, ya PPJB antara developer dan pemilik dibatalkan, dan digantikan sama PPJB baru antara developer sama pembeli (saya).

Prosesnya lumayan lama. Jadi saya and Popo ngumpulin berkas-berkas kayak fotokopi KK, KTP, NPWP. Kayaknya itu aja deh. 

Sementara itu, Pemilik sedikit lebih rempong buat nyiapin dokumen-dokumen dari pihak dia. Karena harus ngumpulin lebih banyak, kayak persetujuan dari anak-anak pemilik+pasangannya, surat domisili yang harus diurus ke kelurahan, dll.

Kata mbak developer sih, pernah ada orang mau jual apartemennya dan punya 9 anak, nyebar se-Indonesia, ya tetep harus ada tanda tangan 9 anak itu+suami/istri mereka. Kalau yang udah almarhum, harus ada surat kematian, dll. It was a lot of paper.

Selain surat, unit ini juga harus dilunasi semua tagihan, kayak maintenance, listrik, pajak, dll. Buat kasus saya, pemilik minta kami yang lunasin, yang nanti akan dikurangin di harga apartemen. Si bapak emang oke lah.

Next, kami nunggu. Udah kayak nunggu hasil pengumuman lolos kerja aja. Kalau lolos, nanti diminta datang buat proses jual-beli. Kalau belum, ya ada revisi yang diminta.

Proses nunggu-nya sih 1-2 minggu. Masalahnya banyak berkas yang ternyata perlu dibenerin dari pihak pemilik, which was soal tanda tangan salah satu anak mantunya gitu sama surat dari kelurahan kalau enggak salah. Jadi saya nunggu 1 bulanan.

Akhirnya kami dapat kabar kalau udah bisa tanda tangan. Kami juga dikabarin buat bayar pajak sebelum ttd. Pajak ini udah kesepakatan saya dan pemilik, kalau yang bayar saya. Bayarnya kayak bayar pajak pada umumnya, lewat bank. Jadi sehari sebelum tanda tangan, saya ke bank buat bayar pajak ini.

Waktu hari tanda tangan, kami datang pagi dan nunggu dapat giliran di lobi gitu. Dipanggil namanya, terus kami (saya, Popo, pemilik dan anak-anaknya) nunggu lagi di ruangan berbeda yang udah ada meja kursinya.

Di ruangan itu kami ketemu Mbak Developer yang ngumpulin berkas pemilik yang kurang. Sekalian ngecek semua berkas pemilik dan saya. Setelah semua dicek, kami pindah ruangan yang udah ada notaris.

Nah, disini sebenarnya notaris expect saya udah bayar, jadi dia tinggal ngurusin pembatalan PPJB Developer-Pemilik. Tapi saya belum bayar karena takut bayar duluan.

Intermezzo: ternyata jual beli properti macem-macem. Uti dulu cerita kalau beliau and Yang Kung transfer ke rekening notaris, habis balik nama, baru notaris transfer uang ke pihak satunya, macam rekber gitu deh. Pernah juga pembeli dan penjual dan notaris bareng-bareng ke bank buat ngawasin proses transfer. 

Kebetulan pas kasus saya, pembeli harus transfer dulu sehari sebelum urusan tanda tangan ini. Cuma, ya itu, saya serem aja kalau saya uda transfer, terus besoknya pemilik enggak datang ke developer gimana?

Alhamdulillah pemilik berbaik hati, dia back up kami dan bilang kalau memang persetujuannya tanda tangan dulu. Jadi notaris enggak masalah. Cuma minta dikabarin kalau proses transfer udah selesai.

Intermezzo: ada beberapa blog yang menyarankan buat pakai notaris sendiri biar lebih secure. Lha disini saya enggak ngerasa punya ruang buat nyari atau masukkin notaris sendiri. Lebih ke ngikutin prosedur yang udah dipakai developer.

Habis tanda tangan, saya bayar biaya-biaya sekitar Rp 4 juta ke kasir developer. Habis itu kelar urusan saya-pemilik-notaris. Sampai sini, PPJB pertama developer-pemilik udah batal.

Saya diminta nunggu beberapa minggu buat ttd PPJB baru antara developer-kami.

Kelar proses di developer. Saya langsung transfer uang ke rekening pemilik. Dan kami saling sms notaris di tempat saat itu juga. Jadi aman. 

Nah, ini urusan kami sama pemilik lama udah kelar. He was free to go. Saya? 
.......
Tentu belum.

Jujur saya sempat deg-degan. Developer enggak ngasi saya selembar kertas atau kwitansi atau apalah. Saya cuma megang kuitansi dari pemilik lama yang saya ragu ada gunanya atau enggak di mata hukum atau developer.

Dan, waktu berjalan cepat. Beberapa minggu kemudian, kami dipanggil lagi buat tanda tangan PPJB baru. Kelar tanda tangan,  kami masih enggak pegang apa-apa. Katanya nanti suruh ngecek tagihan listrik bulan depan buat lihat apa nama pemilik udah berubah.

Sebulan kemudian, tagihan listrik masuk ke handphone kami and namanya udah berubah jadi nama kami. Alhamdulillah!!!

Proses selesai....dan SAYA MASIH ENGGAK PEGANG APA-APA. Hahahahaha...

Ekspektasi saya, saya bakal pegang kertas bukti, kalau apartemen ini punya kami. Ternyata enggak ada. 

Kata Popo: ini karena PPJB masih harus ditanda tangani direktur developer dan akan mulai proses AJB, jadi nanggung kalau PPJB dikasih ke kami. 

So that's the process. To sum up, saya bayar beberapa kali:
Sebelum tanda tangan
1. Dp ke pemilik
2. Maintenance ke developer
3. Pajak
Setelah tanda tangan
4. Biaya-biaya termasuk notaris, ke kasir developer
5. Transfer uang seharga apartemen ke pemilik
6. Tanda tangan PPJB baru dengan nama pemilik baru
7. Cek apa tagihan listrik masuk ke handphone pemilik baru dan nama berubah ke pemilik baru.

Alhamdulilah proses lancar. Kami mulai pelan-pelan menata apartemen nan mungil ini. Semoga kedepannya enggak ada masalah.

Thursday, January 5, 2017

Tips Jalan-Jalan Ke Ancol Bawa Bayi


Okeh, Zedd emang udah setahun, tapi tetap saya kategorikan bayi lah ya.

Jadi ini nyambung postingan yang Tamaysa Ke Ancol Bawa Bayi. Saya and Popo ngelakuin beberapa hal dodol yang sebenarnya bisa dihindari. Tapi karena saya cuma ke Ocean Dream dan Pantai Festival, tips-nya ya akan sekitar ituh, enggak akan ada tips soal Dufan atau Sea World.


So, here's my tips.
1. Cek Groupon
Saya dapat diskon 50 persen tiket masuk Ocean Dream Samudra lewat Groupon. Berangkatnya hari Minggu, saya beli Groupon nya hari Sabtu. Baca terms and conditions-nya yah. Kadang enggak berlaku pas libur tertentu.


2. Enggak Usah Antre Di Gerbang Depan
Waktu nyampe depan Ocean Dream, antrian tiket udah lumayan panjang. Dari situ nanti jalan lagi sampai ketemu gerbang tinggi tempat petugas ngecek tiket kita.

Nah, ternyata dekat gerbang tinggi itu, ada tempat beli tiket yang jauh lebih sepi. Jadi, pas udah sampe sana, langsung aja jalan ke gerbang masuk. 

Oke, ini emang bukan gerbang tiketnya. Tapi cari aja gerbang tiket yang deket gerbang di belakang itu yah.


3. Antri Tornado Of Fish Setengah Jam Sebelumnya
Sebenarnya Ocean Dream udah ngepasin jadwal-jadwal pertunjukan. Jadi habis nonton A, bisa langsung nonton B. Masalahnya, saya lihat beberapa show itu lebih membludak pengunjungnya.

Termasuk si putri duyung yang namanya Tornado Of Fish. Pertunjukan pertamanya itu jam 12.30. Tapi khusus yang ini, mending udah antri dari jam 12 atau malah sekalian aja ada di antrian belakang. Tapi ada kemungkinan penuh dan harus nunggu show selanjutnya.

Soalnya kasian bayi-nya kalau ada di tengah antrian yang sumpek.


4. Manfaatkan Ruang Ibu Anak
Seperti saya tulis di postingan sebelumnya. Walaupun minim fasilitas, ruang ibu anaknya adem. Jadi kalau mau istirahat dan pastinya sambil ganti popok yah, Zedd bisa muter-muter kayak setrikaan sambil ngisis. 


5. Untuk Yang Nginep, Tanyakan Tiket Masuk Ancol
Ternyata untuk tamu hotel Discovery, bebas masuk Ancol. Saya baru tahu pas baca pamflet hotel waktu check out. Yup, the receptionist didn't even have the courtesy to inform me about this.

Waktu saya tanyakan, ternyata saya bisa gratis masuk Ancol (tiket orang+mobil), kalau memperlihatkan bukti fisik bookingan hotel, alias di print. 

Yang bikin tambah bete, prosedur itu HARUS dilakukan sebelum masuk. Jadi kalau saya udah check in, apalagi udah check out, itu uang enggak bisa diminta lagi. Itu informasi dari resepsionis hotel yang saya dapat yah.

Di Ancol ada beberapa hotel lain. Mendingan telpon in advance, terus tanya soal kemungkinan gratis masuk komplek Ancol. Biar enggak kayak saya.


6. Nginep
Kalau memungkinkan, lebih enak nginep di hotel-hotel dalam komplek Taman Impan Jaya Ancol. Soalnya banyak yang bisa dikunjungi dan waktunya enggak cukup seharian. Kalaupun dipaksain supaya cukup, kasian baby/balita nya, takut kecapekan.

Buat dapat harga lebih murah, selalu cari promo. Aplikasi seperti Traveloka, Pegipegi, dkk, selalu ada pilihan promo. Tinggal masukin kode, dapat deh potongan harga.


7. Datang Pagi
Emang sih, hari libur itu enggak enak kalau bangun pagi. Tapi kalau enggak, antrian bakal panjang. Keep in mind kalau bayi enggak akan nyaman antre desek-desekan.

--
Kayaknya itu aja tips dari saya. In the end, menurut saya Taman Impian Jaya Ancol ini cocok buat staycation warga Jakarta. Walaupun ya pasti ada kurangnya, but we had so much fun there.

Santai kayak di pantai...


Next pengen ke sana lagi buat explore sea world.

Tentang Bawa Keluarga ke Belanda dengan beasiswa LPDP

  Udah hampir balik, malah baru update soal berangkat. Hehehehe…. Nasib mamak 2 anak tanpa ART ya gini deh, sok sibuk. But here I am, nulis ...