Wednesday, April 27, 2016

Apartment life, with a baby

Dari awal nikah saya dan Daddy milih tinggal di apartemen. Pertimbangannya klasik: kami dari kampung, enggak kuat sama perjalanan desek-desekan di krl/bus atau naek motor sampe 1 jam lebih tiap hari.

Plus minus tinggal di apartemen udah banyak yang tahu. Deket kemana-mana tapi sempit. Fasilitas lengkap tapi apa-apa mahal. Dan perspektif lainnya, termasuk bagaimana apartemen enggak ideal untuk bayi. 

Pemandangan dari apartemen pertama yang kami sewa. Sebelahnya sungai and we could see Jakarta from the top... Best-view-ever!

Menurut saya, apartemen justru pas buat bayi dan ibu yang tanpa ART, menurut saya yah... Ini yang saya rasain sebagai ibu baru yang enggak punya ART. 

Alasan pertama saya suka apartemen itu laundry. Saya enggak punya waktu buat nyuci, jemur, setrika (keren lah kalau ada new mommy yang bisa, saya kewalahan). Jadi saya tinggal telpon, laundry diambil dan dianter. Ini juga berlaku buat galon dan gas.

Coba kalau saya di landed house, saya harus keluar rumah, gendong bayi, bawa ke laundry naek motor. Widihhh... Enggak kebayang.

Alasan kedua, saya bisa jalan kaki buat belanja, mau itu belanja harian atau belanja dadakan. Misalnya popok abis, saya enggak perlu keluar naek motor. Cukup pake Ergo atau bawa stroller, turun ke bawah buat ke mini market 24 jam atau ke supermarket di bawah. Tinggal milih. 

Ya sekarang emang ada jasa anter ojek itu sih, tapi tetep lebih cepet kalau saya turun dan beli sendiri ke mini market. 

Alasan ketiga itu aman. Oke ini emang enggak mesti. Namanya orang jahat dimana-mana ada. Tapi in general, saya ngerasa lebih aman karena di bawah ada security dan access card buat naik. Jadi kalau Daddy pulang malem atau dinas luar, saya ngerasa lebih tenang. 

Lantai saya juga tinggi, jadi enggak mungkin ada yang bisa manjat.

Selain security, di bawah banyak toko dan mini market yang buka 24 jam. Jadi lingkungan sekitar saya rame terus.

Alasan keempat, ada posyandu. Ihiiyy... Posyandu ini katanya diinisiasi ibu-ibu di apartemen yang kerja sama dengan dinas setempat. Ini info yang saya dapet waktu ngobrol sama bidan posyandu itu. 

Jadi tiap bulan bisa diukur tumbuh kembangnya baby Zedd. Pas imunisasi juga bisa disini dengan bayar seikhlasnya. Uang ini pun setahu saya untuk operasional posyandu, karena ibu-bayi juga dapet makanan pendamping. Asik deh...

Saya sendiri termasuk ibu-ibu yang percaya sama bidan dan instansi pemerintah (karena saya tahu ada yang imunisasi nya harus ke dsa, termasuk si Sipa). Wong sekarang jadi pns itu susah bener. 

Sejauh ini Pipi Bapao sehat. Yah mantep-mantepnya orang tua aja sih.

--

Sekarang saya enjoy tinggal di apartemen dengan segala plus minus nya. Belum tahu mau sampai kapan. Yang jelas, worst case scenario, kami masih di apartemen ini sampai Zedd mulai sekolah, di sini juga ada preschool dan tk kok. Hehehe...

Pemandangan pas ujan...


Tuesday, April 26, 2016

Sleep training day 3, and the journey continues...

As usual, mandi jam 6 dilanjut makan sampai sekitar jam 7 malem. Saya susuin, eh lha kok, enggak tidur-tidur to? Malah melek seger gitu. 

Tapi sleep training harus tetap jalan, karena kuncinya itu konsistensi.

Jam 9 kasi pisang. Abis dong 1 biji
9.30 - 9.45 susuin 
9.45 taruh box karena udah liyer-liyer
9.45-10 nangis

Yup 15 minutes on day 3. Alhamdulilah. Selama 3 hari akhirnya dia cuma bangun maksimal 2x. Yang bangun ketiga pas sekitar jam subuhan, bisa saya hitung sebagai bangun beneran lah. Toh saya sholat subuh juga. 

Diantara tidurnya dia yang lumayan panjang, Zedd kadang ngelilir tapi cuma 10 detikan trus dia tidur lagi. 

Besoknya, Zedd ceria lagi, tetap makan banyak, murah senyum, dan tetep aktif. Saya jadi lega.

Update: setelah seminggu, ternyata enggak seindah yang saya bayangkan. Justru kayak bell curve, dimana hari-hari berikutnya Zedd mulai nangis lama lagi. Belakangan saya baru ngeh ini namanya exTapi tetep enggak selama malam pertama yang 2.5 jam. Jujur aja ini susah...susah banget buat denger dia nangis tiap malem. 

Apalagi dia udah bisa merambat crib-nya dan berdiri sambil pegangan. 

Pelajaran yang saya ambil dari proses CIO ini adalah
- start early. Dari 6 bulan udah bisa menurut sumber-sumber saya di post sebelumnya. Zedd susah banget tidur karena dia berdiri terus. Enggak capek-capek. Padahal kalau posisi tiduran/tengkurep, bisa lebih cepet tidurnya.

- Be consistent and stiff. Jangan separo-separo, karena akan lebih susah dan lebih nyakitin buat si bayi dan si ibu. Sebelum ini saya pernah nyoba CIO, setelah 15 menit saya enggak tega. Coba kedua kali, saya tahan sampai 1 jam dan gagal lagi karena enggak tega. Ketiga baru berhasil setelah 2.5 jam.

Mungkin, mungkin kalau saya lebih tegas dari awal, mungkin Zedd enggak perlu selama itu.


Friday, April 22, 2016

Sleep training day 2, kenapa pakai CIO.

Rekap sleep training hari ke dua.

7.30 pm    taruh di crib
8.15 pm    tidur (45 menit nangis)
9      pm    bangun lagi

-Eyang datang interupsi. Trus digendong sampe jam 9.30 pm, halah...

9.30   - 9.50   pm nyusu lagi.
9.50   - 10.30 pm nangis (40 menit nangis)
10.30 - 3.45   am tidur
3.45   - 4        am nyusu
4        - 4.05   am nangis
4.05   - 6        am tidur

Manfaat yang saya rasakan setelah 2 hari sleep training pakai metode CIO itu, berkurangnya Zedd bangun malam.

Biasanya dia bangun antara 3-5x. Dimana separuhnya saya yang bangun, separuhnya lagi Daddy yang bangun. 
Yang resultnya ada percakapan kami yang kayak gini:

Me: Hon, tadi malem dia bangun 2x, kamu kok bisa enggak denger sih?
Him: Ngawur, lha wong aku yang nggendong kok. Kamu tuh yang tidur. Pas dia bangun kedua, aku bangunin kamu, trus akhirnya kamu susuin. -____-"

Itu malam-malam yang kami lalui selama 7 bulan ini. Yang kami rasain, udah pasti lelah dan frustasi. 

Selain seringnya Zedd bangun, dia juga enggak bisa tidur nyenyak, kalau enggak ada orang di sebelahnya. Gampangnya gini, saya dan Daddy enggak pernah bisa melewatkan 1 meal time tanpa dia bangun.

Daddy itu workaholic yang sering pulang malem. Jadi kami sering makan telat sekitar jam 9-10 pm, itu sehabis saya nyusuin Zedd sampai tidur. Baru 5-7 menit kami makan, Zedd pasti ngelilir, dan akhirnya saya makan sendiri, Daddy gendong Zedd and vice versa. 

It was very very hard!!! We barely had our sleep and we couldn't communicate even for a random chat, gimana mau minta tambah uang belanja? #eh?

Dan enggak cuma itu, Zedd pun jadi enggak cukup tidur. 

Sipa bilang kalau bayi di atas 6 bulan harusnya udah bisa tidur lama (dia sering baca-baca milis). Lha baby R juga udah lama tidurnya kok.

Selama 7 bulan ini kami co-sleeping. Beberapa kali Daddy Bapao nindihin tangannya Zedd atau enggak sengaja nyundul kepalanya. 

Co-sleeping sendiri bukan solusi, karena Zedd tetep bangun, tapi bisa langsung saya susuin. It's just the best way possible for us to get through the night. 

Other ways kayak lullaby, white noise, baca cerita, dll, udah saya coba dan enggak berhasil.

Di post sebelumnya saya udah baca soal pro and cons metode ini. Jadi bukannya saya asal make tanpa tahu resikonya. 

Selain beberapa alasan di atas, saya juga lihat vlogger yang saya subscribe, kayak Judy sama Britney. Mereka berdua menggunakan metode CIO ke anak-anak mereka dan sekarang anak-anak mereka udah berkisar 2-4 tahun. 

Buat saya, melihat gimana anak-anak itu berkembang di video-video mereka yang tahunan, itu udah cukup membuktikan kalau CIO ini layak dicoba. 

Goal saya itu, baby Zedd bisa bangun tanpa nangis. Kayak anak-anaknya Judy dan kayak sepupu Zedd, baby R, yang pas bangun bisa langsung ceria. 

Monday, April 18, 2016

The sleep taining nightmare, day 1

It's 2.23 am when I wrote this as a draft. 

Ini hari pertama, dari beberapa kali usaha yang gagal, saya dan Daddy Bapao mencoba sleep training Pipi Bapao yang umurnya udah hampir 8 bulan.

Saya pakai metode Cry It Out (CIO) yang kontroversi di banyak kalangan. 

Beberapa artikel yang pro:
- Time

Beberapa artikel yang cons:
- Huffington post
- Bellybelly

Yang bahas 22nya, netral
- Cnn
- Babycenter

(Saya banyak ambil dari media,old habits die hard hehehe...)

Either way, setelah banyak diskusi sama Daddy, kami sepakat metode ini. Alasan kenapa pakai metode ini ada beberapa, nanti lah di post lain, sekarang fokus ke sleep training semalam.

Ini rekapnya untuk malem ini:
6 pm        -- dinner (saya kasi roti biar kenyang)
7 pm        -- mandi.
7.30 pm   -- nyusu.
7.45 pm   -- mulai ngempeng dan liyer-liyer.
7.45 pm   -- saya taruh dia di crib, ngamuk.
8 - 10 pm -- nangis ngamuk. Saya cuma masuk sekali buat benerin kakinya yang stuck di crib, sama benerin bumper-nya.
10 - 10.20 pm      -- tidur, FINALLY SETELAH 2.5 JAM NANGIS. Saya selimutin, eh malah bangun. Kami keluar kamar lagi.
10.20 - 10.30 pm -- nangis lagi.
10.30 - 1.30 am   -- tidur lagi. Akhirnya enggak saya selimutin daripada bangun lagi.
1.30 - 2.15 am     -- nangis lagi. Saya susuin, trus taruh di crib pas dia mulai ngempeng, dan dia nangis lagi.
2.15 - 6 am         -- tidur lagi.

--
Banyak mommy vlogger dan blogger yang cerita kalau the first night is the worst. So hopefully tonight will be better. 

Balik ke metode CIO. Seperti yang udah dibahas di salah satu sumber di atas, cara melakukan CIO itu kira-kira gini:
- taruh bayi di crib pas dia masih bangun. 
Disini saya salah. Saya selalu naruh Zedd di crib pas dia udah pules. Tapi baby R bisa loh digituin. Emang Zedd aja nih yang manja banget.

- pat him in the back and leave the room.
Ditahap ini, the baby is expected to cry. Namanya juga sleep training, jadi bayi dilatih supaya enggak ngamuk kalau di taruh di crib.

- Go back every 10-15 minutes to check, pat, and leave again.
Ini enggak saya lakukan. This step doesn't work for him. Yang ada dia selalu nangis tambah keras tiap kami datang ngecek. Kami pernah coba CIO yang dicek tiap 10 menit, hasilnya adalah setelah 2 jam energinya masih kuat. Nangisnya masih keras. Jadi yang hari ini kami sepakat enggak masuk. And it worked!!! But we checked through the monitor to make sure he's okay.

- diulang besoknya. Biasanya nangisnya akan berkurang. Paling lama, dalam seminggu bayi cuma bakal nangis beberapa menit terus tidur sendiri.

--

CIO ini enggak cocok buat semua bayi. Apalagi bayi yang muntah kalau stres. Ada beberapa cerita CIO yang bayi nya sampai muntah. Zedd sendiri enggak sampai muntah, emang jarang muntah juga sih anaknya.

Ketiduran karena capek nangis pas malem pertama. I love him, so I need to function well to be the best mom for him. 


Wednesday, April 13, 2016

My baby led weaning story, part 1

Udah banyak banget cerita soal metode baby led weaning, so mine, hopefully, can add one more perspective and story.

Saya telat tahu soal metode ini. Seberapa telat? Well it was as late as 'I've already bought Rp 2 million Beaba baby cook' late. *nangis di pojokan*

I am a YouTube addict, soal baby led weaning atau BLW ini pun pertama ketemu via YouTube di video-nya Rachel Weiland yang nyeritain dan memperlihatkan anaknya makan sendiri dari umur 6 bulan. Enggak disuapin. Wow banget kan?

I was speechless terus riset lebih dalam lagi soal ini. 

Enjoying his first chicken.

Riset saya muter-muter di internet. I did plan on buying some books about this method but I decided the internet sources were enough for me. Ini hasil yang saya dapat.

Ini beberapa definisi BLW 
- Baby-led weaning (BLW) means forgetting purees and weaning spoons, and simply letting your baby feed himself. (Babycentre.co.uk)


- Baby-led weaning (often also referred to as BLW) is a method of adding complementary foods to a baby's diet of breastmilk or formula. A method of food progression, BLW facilitates the development of age appropriate oral motor control while maintaining eating as a positive, interactive experience. Baby-led weaning allows babies to control their solid food consumption by "self-feeding" from the very beginning of their experiences with food. (Wikipedia.org)

Sepenangkepan saya, BLW itu memberikan makanan yang kita makan ke bayi dan membiarkan si bayi makan sendiri. Enggak diblender dan enggak disuapin. 

'Enggak disuapin' ini lah yang bikin saya kepincut sama BLW. Soalnya Pipi Bapao susah susah susah (kudu 3x) banget disuapin. Dia gerak sana sini padahal udah didudukin di baby chair. Tangannya juga rebutan sendok sama emaknya. 

Masalah MPASI ini, dari mulai masak sampai nyuapin ternyata bikin pusing. Sekarang saya ngerti kenapa orang tua pusing kalau anaknya enggak mau makan.

Ya tapi di balik frustasi-nya saya, saya pikir mungkin metode BLW ini emang pas buat Pipi Bapao, karena dia selalu rebutan makanan sama saya. (I read some babies just sit still and not reaching for their food, kayak ponakan saya baby R. Jadi buat saya metode ini cocok-cocokan. Zedd cocok pakai BLW, tapi baby R, imo, cocok disuapin.)

Awalnya waktu hari minggu, saya sama Daddy Bapao bete karena dia enggak mau makan bubur nasi yang udah kami bikin. Kami gantian nyuapin, tetep mingkem tu mulut.

The mess with dragon fruit.

Akhirnya saya iseng numpahin bubur itu di atas tray-nya. And he was so happy...at first. Langsung deh tangannya berusaha megang. Kemudian dia bete karena bubur-nya enggak bisa dipegang. Hahaha...

Sejak itu saya coba BLW. Banyak trial and error-nya. Terutama di saya, karena saya enggak baca bukunya. Kalau ada buku mungkin saya enggak perlu melakukan kesalahan-kesalahan sepele kayak:

- ngasi pisang dipotong-potong. Licin cyinnn... Pipi Bapao enggak bisa megang. Harusnya sisain kulitnya, biar dia pegang kulitnya.
- Ngukus ubi kelamaan sampe benyek. Yang ada dia bete karena enggak kepegang.

Saya share pengalaman BLW Pipi Bapao di IG saya. Terus ada beberapa teman yang japri saya tanya-tanya soal ini, ada juga yang via komen. Lha saya sendiri baru nyoba sebulan hahaha... Jadi jawaban saya ya seadanya. 

Ada yang tanya soal keselek. Kayak penjelasan sebelumnya, gag reflex bayi itu bagus. So far sih, Zedd enggak pernah keselek. Kalau gagging sih sering.

Ada yang tanya soal ngunyah padahal enggak punya gigi dan menelan. Lha ini yang saya juga masih belajar. Zedd, si gigi 2, belum faseh dua-duanya. Jadi yang biasanya dia lakukan, dia gigit-masuk mulut-kulum kanan kiri-lepeh deh. 

Terus berat badannya? Ya kurang, at least for my baby. Ini yang sekarang bikin saya galau harus campur spoon feeding atau enggak. Zedd sendiri doyan makan. So the problem must be lie on me. :(

Setelah hampir sebulan BLW, ini pendapat saya:

- berantakan BANGET!! Pengennya saya mandiin tiap abis makan.

- Deg-degan tiap Zedd gagging. Regardless, he's totally fine so far. Gagging-nya juga jarang. Soal gagging dan choking ini banyak banget videonya. Contohnya ini. Gag reflex bayi itu bagus banget kok.

- Sedih kalau bebersih dan lihat sisa makanan yang dilepeh dan dibuang banyak banget. 

+ seru, it's just so much fun seeing my baby enjoy his food.

+ kalau pergi enggak ribet, tinggal ke mini market, beli buah, kasih deh. 

+ enggak senewen nyuapin. 

--
Beberapa video yang saya lihat dan blog yang saya baca sebagai referensi:
- Rachel Weiland
- Chloe Bridge
- Katieontheflipside
- Britneyandbaby

gagging video


Of course google provides even more resources. Termasuk IG cukup dengan #blwindonesia
Lastly, I hope in part 2, I will be saying Pipi Bapao beratnya naek 1 kg... Aminnn...



Monday, April 11, 2016

Review barang-barang MPASI, yang kepakai dan enggak kepakai.

I'm Lagi suka nulis review nih... Hehehe...
Ini lanjutan post sebelumnya soal peralatan MPASI. Ada yang berguna, ada yang udah enggak kepakai, ada yang masih dibungkus.

Layaknya emak-emak yang doyan shopping dan sayang anak, saya belanja banyak buat MPASI. Total ada kali Rp 3 juta lebih. Huhuhu... mahalnya peralatan bayi.

Sebenarnya saya udah berusaha ngirit. Enggak beli slow cooker atau alat-alat dapur yang beda (saya pakai panci, talenan, dan pisau yang udah ada).

Tapi di shopping trip ketiga, saya lost focus terus beli beberapa barang yang enggak kepakai. 

Sebulan kemudian, Sipa minta ditemenin belanja dan ngabisin Rp 1 juta ajah, karena saya share pengalaman saya.

Disclaimer: tiap bayi pasti beda. I just share my personal experience. Mungkin ada ibu-ibu yang justru memakai peralatan yang saya enggak pernah saya pakai.

Dimulai dari yang enggak kepakai:

- Grinder
Saya pakai merk Munchkin and it just doesn't work for me. Pertama karena ternyata teksturnya enggak bisa sehalus kalau pakai food maker. Kedua, saya enggak cocok sama cara pakainya. Jadi makanan yang mau di-grind dimasukin dari bawah terus didorong ke atas. Otomatis pas bagian bawah grinder ditarik, ada makanan yang jatuh ke bawah, which is disturbing for me.

Cuma dipakai sekali terus pensiun. 

Buat saya, fungsi grinder ini sama kayak food maker. Food maker justru bisa di-setting kehalusannya (tergantung mau seberapa halus nyaringnya).

- Food maker
Hehehe... Emang sih food maker kepakai pas awal. Tapi seperti saya bahas di sini, Pipi Bapao itu tipe yang enggak bisa diam dan enggak bisa ditinggal. Meanwhile food maker itu takes time, yang ada malah semua senewen. 

Ditumbuk, terus disaring deh.

Setelah 2 minggu, akhirnya food maker ini pensiun dan digantikan oleh Beaba baby cook.

- Fresh feeder
Ini juga merk-nya Munchkin. Fresh feeder ini termasuk barang yang saya ragu beli, barengan sama botol sendok. Akhirnya botol sendok enggak saya beli, fresh feeder-nya saya beli, dan masih belum dibuka. 

Alasan saya enggak pakai barang ini, karena enggak ada urge buat pakai. Maksudnya gini, saya langsung buka bungkus sendok heat sensor spoon karena saya butuh sendok itu buat nyuapin Pipi Bapao.

Nah si fresh feeder ini, belum muncul butuhnya. 

Alasan kedua karena saya nonton review-nya Britneyandbaby di Youtube yang ini. Disitu Britney bilang fresh feeder punya dia susah dibersihin dan bau bekas makanannya susah hilang. Although hers is probably different brand than mine, these 2 reasons are enough for me not to open the feeder.

Masih rapi bungkusnya

I'll probably just give it to Sipa. I think baby R will love that product.

- Mangkok 
Saya beli mangkok Tommee Tippee Explora dan ternyata enggak begitu kepakai. 

Waktu saya masih bikin makanan pakai Food Maker, ternyata food makernya itu bisa dijadiin mangkok juga. Hhzzzz... Kok ya enggak kepikir loh waktu beli? 

Memindahkan hasil makanan dari food maker ke mangkok Explora itu malah nambahin cucian piring. Hehehe... 

Alasan lain saya jarang pakai mangkok ini lagi karena akhirnya saya beralih ke metode baby led weaning (BLW), jadi makanannya digelar aja gitu di atas tray.

Mungkin nanti ada waktunya saya pakai mangkok ini lagi. Tapi selama masih MPASI   BLW, ya sampai 5-6 bulan ke depan, mangkoknya nganggur dulu.

- Kotak makan
Ini impulsive purchase banget, mehong lagi, sekitar Rp 500 ribu. Huhuhu...

Ceritanya buat dibawa pas jalan-jalan, jadi enggak makan makanan instan.

Lagi-lagi enggak kepakai karena saya akhirnya BLW. Jadi pas pergi, ya saya pesenin Pipi Bapao salad atau buah atau saya kasi lalapan saya. Hahaha... He loves cucumber and tomatoes.

Btw, saya somewhat ngerasa dijebak mbak-nya yang jual. Soalnya pas saya nanya ada enggak yang harganya lebih murah, langsung ditawarin yang harga Rp 100 ribuan, TAPI yang 100 ribuan itu cuma tahan 1-2 jam, yang 500 ribu tahan sampe 10-12 jam, saya lupa. 

Kalau diomongin kayak gitu, pasti milih yang mahal kan? Mbaknya jiwa sales banget deh.

Now I wonder if this can be replaced by a regular lunch box. 

--
Sekarang list barang yang kepakai. Disini sebenarnya ada yang enggak sering-sering banget kepakai, but they're like back up. It's good to have 'em around in case I'm need them.

- Heat sensor spoon
Saya beli merk Tommee Tippee biar match sama si Explora bowl-nya. Walaupun pake metode BLW, kadang sendok tetep dibutuhkan. Contohnya, kalau mau ngasi makan telor setengah mateng. 

Yang kiri yang heat sensor. Kanan itu sendok satu set sama mangkuk Explora

- Beaba baby cook
Setelah meltdown gara-gara food maker, saya patungan beli Beaba baby cook ini.

So far so good. Saya sering pakai buat ngukus dan apartemen saya enggak lagi kepanggang. Ihiyyy...

Daddy milih merah, saya kok suka yang abu-abu ya.

Karena sekarang baby Zedd BLW-an, fungsi blendernya jarang kepakai. Tapi saya kadang tetap bikin puree pakai blender ini, karena kadang Yang Uti bete lihat Zedd dilepeh-lepeh. Terus disuapin deh sama Eyang. 

- Baby cubes
Temannya Beaba nih. Saya suka bikin puree terus disimpan di freezer buat diangetin di Beaba. Porsinya sedikit kegedean buat Zedd but he'll eat more so it doesn't matter.

Buat ngangetin, saya biasanya masukin cube-nya ke Beaba. 

Selain baby cube yang saya beli, sebenarnya any BPA plastic container will do the same job sih. Yang Uti waktu itu nemu di carrefour yang lebih gede dan lebih murah. 

Kiri: baby cube
Kanan: Ez lock bpa free

- Rice cooker
Saya dodol banget karena enggak tahu bahwa rice cooker itu bisa sekalian dipakai ngukus.

At some point, saya sempat kecewa beli Beaba. Tapi setelah saya pikir lagi, Beaba tetap dibutuhkan kalau tiba-tiba harus bikin makanan dan rice cookernya udah posisi 'warming.' 

- Cups
Saya beli beberapa gelas. Ada yang buat 4+ bulan, ada yang sedotan pakai pemberat, sama Doidy cup. 

Semuanya kepakai. Saya sempat ragu kalau Pipi Bapao bingung sih, but I figured I tried these method. Eh ternyata hampir semua jenis dia bisa loh. 

Kecuali Doidy cup. Pas spoon feeding, Pipi Bapao bisa tuh nelen air pake Doidy. Begitu BLW, jadi berubah. 

Pas BLW, dia enggak selalu bisa nelen dan ternyata bayi juga enggak langsung bisa ngelepeh. What happened was, he spit his food out in the Doidy with the help of the water. Eladalah...

Doidy cup dan Tommee Tippee cup

Sekarang dia 7 bulan dan udah bisa pakai sedotan. Masalahnya, straw cup gitu gede-gede banget yak ukurannya. Susah masuk tas. Akhirnya straw cup taro rumah, Tommee Tippee cup nya buat dibawa kalau pergi. 

Gelas sedotan yang ada pemberatnya, biar enggak keselek

- Silicone bib
Pengennya sih beli yang Baby Bjorn atau Make My Day bib. Tapi dasarnya saya doyan ke ITC, mbaknya malah bengong  waktu saya nanya Baby Bjorn. 

Akhirnya saya beli 2 silicone bib yang harganya satu Rp 35 ribu. Not bad right? 

Agak susah ngunci-nya, apalagi kalau Pipi Bapao terlanjur rewel

- Coverall/celemek baju
BLW is super super messy. Idealnya habis makan itu mandi. Tapi karena ribet, kadang saya lap-lap aja. Terus saya ketemu barang ini di ITC. 



Sebenarnya ini bukan yang saya mau. Yang saya incer itu ini:

Gambar dari sini.

tapi susah nyarinya. Namanya aja enggak banyak yang tahu. Ada satu jenis lagi di IKEA yang sebenernya buat jas hujan kalau enggak salah, tapi kemaren saya kesana, barangnya enggak ada. Halah.

Gambar dari sini.

Bedanya di material lengannya, yang saya beli itu di bagian lengannya handuk. Wah pas makan buah naga atau telor, jadi disaster. Biji buah naga nempel di situ, terus bau amis telor enggak ilang-ilang.

- baby booster seat
Ini sih jelas ya. Saya enggak begitu suka sama cara tradisional nyuapin anak, yang anaknya digendong/di bawa jalan-jalan. Mau ikut gaya bule ajah, pake baby chair. 

Sampai sekarang sih Zedd masih mau diem. Tapi ada teman yang cerita sekarang anaknya enggak mau lagi makan sambil duduk pas umurnya udah mau setahun. So, we'll see.

Ingenuity baby base 2-in-1 booster seat. Raimu nak... Priceless...

--
So far, those are my personal opinion soal peralatan MPASI yang kepakai dan enggak kepakai. I have to say it again that every mommies are different. I use what I use now especially because I'm using BLW method, among other things. 

The daycare drama

Saya ngurus Pipi Bapao sendirian, dengan bantuan parsial dari Yang Uti dan Daddy Paopao.

Kenapa parsial? Karena Yang Uti ngurusin baby R, anaknya Sipa. Soalnya si Sipa itu working mom. Kalau Daddy Paopao, ya bantu pas pulang kerja. 

Sampai satu hari, saya ada urusan yang enggak mungkin bawa bayi. Saya langsung cari day care harian buat bayi. 

Ketemulah yang sebelahan sama kantor Daddy. Literally gedungnya jejeran. Harganya Rp 400 ribu sehari. Huhuhu... *nangis di pojokan*

Emang sih ada daycare  di apartemen, tapi mingguan. Lhaaa...

Yasudalah, saya udah pasrah bayar yang mahal itu. Alasannya ya karena deket kantor Daddy-nya. Jadi in case of emergency or just to check in, gampang kesananya.

Sampai Yang Uti datang bawa kabar, katanya beliau abis belanja di supermarket bawah trus dikasi tahu ada daycare harian di dalam apartemen. Say whaaaaaattt...

Saya kontak orangnya dan Mbak-nya ini kooperatif banget. Daycare-nya baru beberapa bulan dan... Eemmm apa ya namanya, home day care? Jadi si Mbak ini punya 2 anak dan dia pikir sekalian ngajarin anak-anaknya, sekalian aja dia bantu tetangga. 

Saya lihat foto-fotonya, which was basically my apartment tapi disulap jadi daycare. Harganya juga bersahabat buat harian, Rp 100ribuan ajah.

Selain pertimbangan harga, daycare ini juga deket sama Yang Uti. Antara Daddy yang kerja dan Yang Uti yang ngurus baby R, saya prefer Yang Uti. Ya kali Daddy meeting terus enggak bisa nengok Zedd.

Besok pagi-nya saya ke daycare itu. Mbak pengasuhnya ada 2, sama si Mbak yang punya, jadi ada 3. Ada 2 bayi including baby Zedd dan 4 anak. 

Saya akuin, saya memang enggak riset soal background si Mbak atau 2 pengasuhnya.

Saya ngerasa tenang aja. Mungkin saya ibu yang tega, tapi I felt he would be okay. Cuma sehari ini dan ada Yang Uti, Onty, Yang Kung, and last but not least, Daddy Paopao just in case of emergency.

Saya tinggal Zedd terus saya pergi buat urusan saya itu.

Jam 9-10an, saya ada waktu luang, hand phone saya penuh notifikasi WA dari Sipa dan Yang Uti. Intinya mereka nengok ke sana dan Pipi Bapao nangis histeris di daycare. 

Biasa kan? Emang biasa anak nangis di daycare, apalagi kalau pertama kali pisah sama emaknya. Saya juga lihat gimana baby R ngamuk waktu Sipa pertama kali kerja.

Dramanya: Yang Uti nangis dong liat Pipi Bapao di sana, dan Yang Kung marah, beneran marah sama saya. Padahal alasan saya nitip ke daycare, karena enggak mau ngerepotin Eyang-eyangnya. Lha kan Yang Uti juga yang ngasi tahu soal daycare itu.

I know every parents have their own consideration, kayak Sipa yang milih untuk minta bantuan Yang Uti dan Yang Kung buat jaga baby R, saya dan Daddy Paopao milih untuk enggak ngerepotin atau nambah beban mereka dengan 1 bayi lagi. 

Dan ternyata efeknya berbalik ke saya. Setelah teror dan drama lain, akhirnya saya mengijinkan Pipi Bapao dijemput Eyangnya setelah setengah hari. Yang Kung dan Yang Uti ngurusin 2 bayi hari itu, hal yang sebenarnya sangat saya hindari mengingat mereka berdua sudah tua :(

Urusan saya took longer than I thought, saya nyampe apartemen jam 5. Pipi Bapao aman-aman aja. Langsung nenen karena seharian dia enggak mau nyusu botol. 

Perasaan saya campur-campur. Dulu Pipi Bapao itu pemberani. Dia emang takut kalau sendirian, tapi dulu enggak takut sama orang asing. Itu juga alasan saya pede ninggal dia di daycare. 

Saya juga bete bete sedih karena Eyang-eyang enggak support saya, malah marahin. Emang bener Eyang lebih sayang cucu daripada anaknya.

Bayi keren ini ternyata anak emak banget... Foto enggak nyambung sama cerita, he just looks awesome in this pic.




Monday, April 4, 2016

Review baby chairs, Ingenuity vs Family

Si Pipi Bapao geneb 7 bulan a couple days ago. Jadi saya udah MPASI hampir sebulan. Selama sebulan itu saya udah memakai 2 baby chair, Ingenuity baby base 2-in-1 booster seat sama Family stroller/baby chair (saya masih enggak tahu itu sebenarnya apa, kayaknya sih stroller). Anyway, setelah sebulan pakai 2 baby chairs itu, ini review awam saya:

-Ingenuity
Pertama mau bahas si Inge. 

Dari harga, buat saya itungannya medium, which is around Rp 600 ribuan. Di toko yang saya beli, saya sempat ditawarin yang harga Rp 300 ribuan sama Rp 1 jutaan. So I chose the middle price point.

Barang yang saya dapat, ya booster seat-nya, 1 strap panjang dan tray yang disimpan di bawah seat, 1 strap pendek, 1 mainan krincing-krincing buat dipasang di tray. Strap panjang itu dipakai buat masang Inge ke kursi makan. Karena saya enggak punya kursi makan, saya belum nyoba fitur ini.

Mainannya kecil sih, tapi ngefek banget pas Pipi Bapao masih spoon feeding. Sejak BLW, mainan itu malah mengalihkan fokusnya, jadi enggak saya pakai.

Next is about the buckle. Ya ampun keras banget itu buckle. Kalau enggak ada Daddy Bapao, saya enggak pasang buckle-nya saking susahnya nyopot buckle itu. This is very unsafe sih. Dan Zedd pernah hampir njelungup waktu saya sibuk bebersih tray-nya.

Kalau alasan buckle itu susah dibuka pasang buat safety, lha Ergo baby carrier atau Combi Cocoro car seat yang pernah saya coba, buckle-nya enggak keras kayak gitu.

Pindah ke material. Buat saya materialnya standar material barang bayi which is plastik, buat body dan tray, dan semacam kayak karet buat insertnya. Semuanya anti air dan gampang dibersihin kalau liquid, kalau teksturnya yang pliket macam nasi atau mashed sweet potato, ya perlu digosok dikit.

Penampakannya kalau dipakai:
Waktu sarapan telor bareng Daddy Bapao.

Ini diprotes sama Yang Uti. Katanya Zedd kesempitan. Awalnya memang terlihat gitu,  tapi setelah beberapa hari, itu justru longgar loh. Saking longgar-nya, selalu ada makanan yang jatuh dari tray trus masuk kebawah paha-nya. 

Haduh, kebayang gimana bersihin Zedd abis duduk. Pahanya yang montok itu squeeze jeruk, ubi, tomat, euhhh...

Tray-nya sendiri kecil. Ya emang enggak bisa gede juga sih. I think it's any booster seat's problem. In comparison with high chair, tray-nya kecil banget. Jadi makanannya banyak yang gampang kebuang atau jatuh.

Itu tangan kirinya udah entah ngelempar apa... -_-

Si Inge ini enggak bisa dilipet kayak booster seat merk lain, like Mastela atau Pliko (yang harganya juga di bawah Inge). Buat saya enggak masalah, karena saya juga males bawa-bawa dan masang booster seat kalau makan di luar. 

Tapi buat yang suka travel, mungkin bisa jadi pertimbangan.

Insertnya yang warna-warni itu lumayan empuk dibanding enggak pakai insert sama sekali. Dan insert ini bikin si Inge unyu abis, dibanding merk-merk lain. 


-Family
Family ini merk lokal yang udah cukup lama beroperasi. Dari saya kecil sampe saya punya anak kecil, udah ada merk ini.

Harganya bersahabat, around Rp 300k ajah. Sayangnya kalau saya ke ITC, kok enggak pernah lihat merk ini di toko-toko bayi. Justru banyak merk luar kayak si Inge, atau Summer Infant. Mungkin saya kurang jeli kali lihatnya.

Yang Uti sendiri beli ini pas lagi belanja ke Carefour. Yup, di Carefour.

Penampakan si Family ini paten. Skrup dimana-mana. Tray-nya enggak bisa dicopot. Bagian kursinya plastik tanpa insert. 

Karena bentuknya fix, jadi Pipi Bapao harus di protect bantal sana sini biar enggak goyang, soalnya Family ini jadi longgar. Saking longgarnya, kadang Zedd bisa makan sambil jegang loh, hehehe... Kok turun almarhum Simbah Buyut dari Pekalongan Nak? Ngangkat dia pun sedikit ribet karena tray-nya enggak bisa dilepas.

Buat saya, dan mungkin parents today, kursi longgar kayak gitu artinya unsafe. Tapi buat para Eyang. Wah ini bagus nih, cucuku jadi enggak sesak pas duduk. Dan para Eyang pun lebih prefer ganjel bantal biar empuk.

Buckle-nya jelas enggak sekenceng Inge. Malah jadi terkesan rada basa-basi buat saya. Tapi gampang dilepas loh.

Family ini ada rodanya. Ini yang bikin saya mikir kalau Family ini stroller. Jadi multi fungsi juga loh baby chair ini.

 Jegang ihiyy... 

Saya lupa pernah cerita atau belum, tapi pernah di mall bawah, sampai ada ibu muda yang nanya di mana belinya? Hehehe...

Kayaknya di lautan stroller yang bulky di mall, at one point this cute small Family stroller is a better option for some parents.
Itu buckle-nya udah kepasang. Tetep bisa miring kanan kiri dikit...

--

Itu 2 review saya. Kalau saya bisa turn back time, saya akan tetap milih Inge instead of Family for one main reason, Inge is too darn cute. Hehehe...

Alasan lain karena Inge lebih kecil dari Family and I just have too little space in my tiny apartment.

Next reason karena Inge bisa dipakai sampai Pipi Bapao toddler di atas kursi biasa. Whereas family ya enggak bisa. Kalau nanti kami makan di meja makan, Family enggak mungkin disejajarkan sama meja makannya. Thus Inge, for me, is a better investment, considering the time of usage. 

Tentang Bawa Keluarga ke Belanda dengan beasiswa LPDP

  Udah hampir balik, malah baru update soal berangkat. Hehehehe…. Nasib mamak 2 anak tanpa ART ya gini deh, sok sibuk. But here I am, nulis ...