Wednesday, March 23, 2016

The baby gear industry

Waktu hamil saya sering browsing-browsing barang bayi. And I was shocked with the price.      

-Gendongan Rp 2 juta-an
-Bib/celemek Rp 200 ribu-an
-Stroller bisa seharga motor
-Crib yang lebih mahal dari spring bed (crib ada yang Rp 6-10 juta, sementara Eyang baru beli spring bed di mall yang harganya Rp 4 juta) 

I could ramble 10 pages long.

(Harga memang relatif, yang saya sebut di atas buat beberapa orang mungkin enggak mahal. Ini standar mahal saya.)

Oke, mungkin saya lihat toko yang salah. Ada juga yang murah, tapi...
Apa iya mau kasi barang murah buat anak? 

Apalagi when it comes to safety or comfy of our precious little baby.

Selain barang-barang mahal, ada juga barang-barang yang bikin saya "huh, really?"

Karena barang-barang ini enggak exist waktu saya bayi (atau karena saya lahir di desa). The point is my mom raised me and my sis without these items. 

You know, barang-barang kayak
- sterilizer
- baby food maker
- baby food processor 
- deterjen khusus bayi

Saya ngerasa kalau baby gear industry ini memanfaatkan asas "demi anak." Trus nge-charge harga mahal deh. 

Contohnya sterilizer, biar barang-barang bayinya steril. Demi kesehatan bayi. Lha jaman Yang Uti, botol dot dicuci biasa, aman-aman aja. Ada yang bilang, lha jaman sekarang kan kumannya mutasi. Baiklah... A little skeptical about that, but I can deal with it.

Atau baby food processor yang basically cuma nggabungin kukusan sama blender (yang akhirnya saya beli juga sih, hehehe...). 

Saya enggak benci sama industri ini. Walaupun awalnya saya super skeptis sama barang-barang itu, I ended up having Pigeon sterilizer, Beaba baby cook, Ergo baby carrier, dan perintilan-perintilan lainnya. 

Karena I want the best for my baby, walaupun emak bapaknya harus hemat-hemat. 

Beberapa barang emang worth the price dan saya enggak punya pilihan lain. Contohnya gendongan bayi. 

Pas hamil, saya mikir, diih buat gendong bayi aja sampe Rp 2 juta. Enggak lah yaw... Dan sekarang saya punya... Hahahaha...

Saya akhirnya pakai yang jutaan ini karena mikirin safety dan comfy nya Pipi Bapao. 

Saya pernah coba gendongan yang Rp 200 ribuan, and it was not comfortable at all. Pahanya Pipi Bapao jadi merah-merah. Kasiannn...

Kalau yang jutaan, udah didesain supaya bayi aman, nyaman, dan enggak ngaruh ke perkembangan tulangnya bayi. Soalnya kan ada kekhawatiran soal hip dysplasia juga. 

In my opinion, harganya masih kemahalan. Tapi emang gap harganya segitu. Either I buy the low end or the high end. 

Ada sih versi KW-nya, but with the risk of hip dysplasia, saya enggak nyoba yang KW. 

Waktu saya beli food processor juga gitu. Beaba itungannya yang paling mahal, dengan harga di atas Rp 2 juta. Ada merk lain yang Rp 600 ribu. Tapi ya leaning towards Beaba karena pengen yang bagus buat Pipi Bapao.

Ada beberapa barang yang saya nyesel beli mahal, ada juga yang enggak. 

Salah satu yang nyesel itu beli sterilizer dan freezer. Lha ternyata si Pipi Bapao ini nolak botol dan ASIP. 

Jadi sterilizer cuma kepakai 3 bulan doank (sampai usia 3 bulan dia masih mau minum ASIP dari botol). Freezer sekarang saya pakai buat nyimpan puree MPASI, yang juga agak enggak guna karena Pipi Bapao lebih suka makan sendiri (baby led weaning).

Beberapa barang yang menurut saya worth the investment itu stroller Coco Latte Trip R dan Ergo baby carrier. Soalnya dipakainya lama, harga yang mahal kalau dibagi per hari, ya jatuhnya murah juga. 

Walaupun bulky, ini stroller gampang dipakai, bawahnya bisa muat banyak, dan bisa dipakai dari newborn.

Dasarnya saya emak-emak pelit, beberapa barang itu saya akalin, kayak Beaba baby cook saya patungan sama Onty Sipa. Toh bayi kami beda sebulan. 

Gendongan Ergo itu hadiah dari lomba di Elevenia. Kalau enggak menang, saya udah niat cari bekas. Toh bisa dicuci. Hehehe...



Akhirnya kayak love-hate relationship deh sama industri ini. KZL kalau lihat harga mahal, tapi seneng pas liat Pipi Bapao senyum karena barang-barang itu. 


No comments:

Post a Comment

Tentang Bawa Keluarga ke Belanda dengan beasiswa LPDP

  Udah hampir balik, malah baru update soal berangkat. Hehehehe…. Nasib mamak 2 anak tanpa ART ya gini deh, sok sibuk. But here I am, nulis ...