Tuesday, March 15, 2016

The MPASI Confusion

MPASI itu makanan pendamping ASI. Dimulai dari 6 bulan kalau sekarang. Kalau jaman dulu, kata Yang Uti sih, anak umur 3 bulan juga udah dikasih pisang. Malah ada yang dikasi kopi biar enggak setep (demam yang sampai kejang). 

My favorite was when Yang Uti said "dulu Mama dikasi air tajim."

Belakangan saya baru tahu air tajim ini air sisa masak beras. Jaman sekarang udah enggak ada karena udah pada pakai rice cooker.

Anywhoo.... MPASI ini bikin saya puyeng. Too many different rules. Metodenya banyak dan udah berubah dari jaman dulu. It's basically more complicated.

Meaning, saya enggak bisa lagi sepenuhnya bergantung sama pengalaman Yang Uti. :(

Sebelum MPASI, saya tanya-tanya random, ke Yang Uti, ke mertua, ke teman, ke konselor di Posyandu, dkk. Semuanya beda. 

Dan karena bayi itu masih kecil dan lemah banget, saya juga enggak bisa seenaknya kayak pas hamil dulu. 

Yup, I was one of those preggos yang  tipenya happy go lucky. Saya makan makanan instan dan junk food. Saya minum teh dan jahe tiap hari (karena perut mual), pake high heels, dll. 

Back to MPASI, setelah riset kecil, I learned that there are several popular methods regarding solid atau MPASI ini. 

1. Metode WHO dan American Academy of Pediatrics (AAP)
Saya jadiin satu karena menurut saya mirip. 

Intinya bebas. Hahaha... Menurut artikel ini sih, bayi itu udah punya preference sendiri soal rasa. Jadi mau makan buah atau sayur dulu enggak ngefek ke tingkat kedoyanan (boso opo iki?) bayi ke sayuran. 

Si AAP ini juga menyebutkan kalau belum ada bukti medis soal benefit dari ngurutin jenis makanan ke bayi, meaning:
Buah-sayur-cerelia (beras, tepung, cereal) 
atau cerelia-sayur-buah, 
ya enggak ada efeknya secara medis, MENURUT APP ini. 

Kalau WHO, instead of describing the kinds of food, WHO lebih ke teknis ngasi makan berapa kali, tekstur gimana. 

Walaupun bebas, they do prefer to use cerelia as baby's first solid. Alasannya buat menghindari alergi. 

Sumber WHO http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs342/en/

Sumber AAP https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/baby/feeding-nutrition/Pages/Switching-To-Solid-Foods.aspx


2. Metode Wied Harry
Mommy satu ini nulis artikel bagus banget soal metode MPASI Pak Wied di webnya www.fitrianifirmansyah.com. Terus ada resep-resepnya. Inspiratif deh (yang googling MPASI Wied Harry pasti udah nemu web itu duluan sih),

Mbak Konselor Posyandu juga menyarankan pakai metode ini, dimana intinya mengenalkan buah dulu di bulan 6, sayuran dan karbohidrat sederhana macam umbi-umbian di bulan 7, karbohidrat kompleks macam beras dan daging-dagingan di bulan 8.

Si Mbak Konselor sih bilangnya dengan metode ini, anaknya sampe udah toddler makannya cuma buah dan ya enggak gemuk. Kata dia, "saya enggak nyari gemuk mbak, yang penting sehat."

Okay, jadi ini perspektif baru dimana anak kurus enggak apa-apa yang penting sehat. Yah saya juga dulu kurus sih. Sekarang ya gemuk.


3. Metode dr. Tiwi
Dokter ini kayaknya hip banget di media plus media sosial. Ada web, Twitter, sampai Youtube. Saya sendiri follow Youtube-nya dan nonton beberapa video-nya soal MPASI dan perkembangan bayi lah.

Dari artikel ini, mirip sama metode Wied Harry. Jadi buah di bulan 6, cerelia dan sayuran di bulan 7.  




4. Metode Yang  Uti
Kalau Yang Uti membesarkan saya sama adik dengan MPASI bubur bayi instan, hehehe... Kayaknya jaman dulu normal banget pakai bubur instan beragam merk ini. 

MPASI lainnya itu pure pepaya dan pisang. Lanjut sama bubur yang dikasih kaldu ceker ayam kampung dan bubur campur hati ayam.


--

Pada akhirnya saya nyampur semua metode, walaupun cenderung ke buah dulu. Saya juga belum berani nyampur-nyampur makanan kayak postingan Instagram dengan #mpasirumahan #mpasihomemade dan sejenisnya. Walaupun Daddy-nya sih bilang "yang penting dia doyan makan."

Salah satu menu MPASI baby Zedd. Masih rasa tunggal.


No comments:

Post a Comment

Tentang Bawa Keluarga ke Belanda dengan beasiswa LPDP

  Udah hampir balik, malah baru update soal berangkat. Hehehehe…. Nasib mamak 2 anak tanpa ART ya gini deh, sok sibuk. But here I am, nulis ...