-To work or not to work, that is the question-
As the titled said, saya akhirnya resign. Setelah 2 tahun jadi working mom. Banyak banget yang pengen dibahas soal ini. Tapi daripada kepanjangan and malah mbleber kemana-mana, mending dipecah-pecah aja. For the first part is about the reaction.
Resign enggak resign ini big deal for me. And I was basically an indecisive person, alias sering galau. Jadi pendapat dan reaksi orang tentang keputusan ini sempet bikin saya ragu.
- Orang Tua
Yang Kung and Uti ini agak ngeselin yah. Pertama, mereka minta saya buat kerja. Sayang kuliahnya, itu alesan mereka. Dan emang saya nya pengen kerja. So I did.
Eh, 2 tahun kemudian, mereka mulai ngasi hint soal betapa pentingnya Zedd dibesarkan sama ibunya, enggak di daycare.
Tapi somehow ini cuma berlaku buat Zedd, bukan buat Hanhan. Hahaha... Mungkin ini karena Hanhan dirawat Nyai and Yayi pas Sipa kerja, sementara Zedd di daycare.
Intinya, mereka malah seneng banget saya resign. Ternyata mereka enggak tega lihat Zedd di daycare terus dijemput jam 7 malem tiap hari. Jadi anak terakhir yang dijemput.
- Popo
Enggak usah ditanya lagi kalau yang 1 ini. He was so so happy. Agak deg-degan, takut nanti saya senewen terus dia kena getahnya. But after long discussion, we did have the same opinion about me being a housewife. And it it’s really the best decision for our family.
- Friends
Ini beragam ya, tergantung status mereka. Yang udah duluan jadi ibu rumah tangga, mostly mendukung.
Meanwhile, yang career women and working moms, meyakinkan saya, “are you sure about this decision? You’ll get bored.”
Selain status kerja, status ibu-belum ibu juga ngefek. Temen-temen yang belum jadi ibu, pada bingung. Sementara temen-temen yang udah jadi ibu, they understood. Yaaa, secara mereka juga ngerasain yah.
Intermezzo dikit, pernah liat interview Sarah Sechan (yang di Net TV tu lho) sama Najwa Shihab yang jadi bintang tamunya.
Najwa ditanyain soal anak and working mom, ya dia bilang kalau setiap working mom selalu bergelut sama rasa bersalah. It’s unavoidable.
Jadi, saya ngerasa, temen sesama ibu yang denger keputusan ini, banyak yang langsung “ooo, buat Zedd, yah.” And I saw some conflicted faces. Yang kayak campuran antara seneng+sedih.
- Buibu Daycare
Fyi, saya tetap akan nitipin Zedd di daycare, due to several reasons.
Tapi saya tetap ngabarin ibu-ibu asuh di daycare. Karena setelah saya enggak kerja, Zedd enggak bakal lagi dijemput jam 7 malem. Zedd juga mungkin enggak pesen catering lagi, karena saya bakal masak buat bekelnya. (Niatnyaaaaa... semoga terkabul dan enggak males.)
Responnya, enggak kalah beragam, lho. Ada ibu A, ibu B, dan ibu C.
Ibu A ini paling deket sama Zedd dan anaknya udah kerja. Jadi ibu ini udah kerja dari zaman gadis sampai punya anak, trus anaknya lulus sma trus kerja. Waktu saya cerita mau resign, raut mukanya paling complex, apalagi pas denger alasan saya berhenti kerja karena capek. Dia kayak lega, ikut seneng, tapi agak iri. Yah, biar gimana ibu A ini yang hampir tiap hari pulang malem karena nungguin saya jemput Zedd. Mungkin dia lega and seneng sekarang Zedd akan lebih keurus.
Kalau iri-nya, mungkin dia juga lelah bekerja. Saya pernah tanya, kenapa masih kerja padahal anaknya udah lulus dan kerja. Katanya buat bantu bayar kontrakan, selain dia juga enggak kebayang gimana kalau enggak kerja.
Nah, ibu B punya reaksi lain. Dia ibu bekerja dengan anak umur 4 tahun. Jadi masih se-saya juga. Komentarnya sama kayak temen-temen saya yang kerja, “Bun, enggak takut bosen?”
Ibu C, anaknya udah gede dan kerja di restoran Jepang. Jadi mirip ibu A, lah. Udah jadi working mom for so long. Dan reaksinya mirip ibu B. “Ntar bosen lho, Bun.”
Disini tiba-tiba saya sadar, eiya yah, mereka bertiga juga working moms. Hahahaha...
Susah dijelasin, tapi reaksi yang saya dapat dari sesama ibu, bikin saya jadi sadar, bahwa kerja enggak kerja ini selalu jadi masalah yang bikin pusing and muter-muter. Pengen kerja tapi kasihan anak. Pengen enggak kerja, tapi takut bosen, takut (naudzubillah) terjadi apa-apa sama suami, takut pemasukan enggak cukup, sayang kuliahnya.
Terus aja muter terus begitu...
Mungkin ada beberapa ibu yang manteb bilang "gw masih harus kerja," tapi bahkan yang manteb itu pun, raut muka and tatapan matanya enggak semanteb itu.
Finally, in my opinion, tiap ibu bekerja (kayaknya) menyimpan sedikit keinginan buat berhenti dan jadi ibu rumah tangga. And I think that was the reason they showed me those conflicted expression when I told them about my decision. Karena ya, saya juga ngerasain hal yang sama waktu beberapa temen memutuskan berhenti kerja.
Mungkin lho, ya...
No comments:
Post a Comment