Alhamdulilah, setelah jadi kontraktor selama 4 tahun, kami diberi rezeki buat beli properti pertama kami. Seperti udah pernah saya tulis di
post sebelumnya, saya sama Popo milih apartemen instead of rumah, karena beberapa hal. Lengkapnya ya di postingan ituh. Monggo dibaca kalau tertarik. Enggak ada adsense-nya kok... hehehe...
Disclaimer: saya bukan mau pamer atau riya. Cuma pengen share cause sharing is caring. Dan saya juga ngerasain browsing internet buat nyari tahu lebih jelas soal beli apartemen, cause, as I thought before, ini enggak kayak beli kacang atau baju kan. It's complicated, at least for me and Popo.
Di sini, saya mau cerita gimana perjalanan saya dan Popo sampai akhirnya bisa beli ini apartemen.
Sebenernya kami udah niat beli apartemen sejak masih tinggal di Jakarta Barat. Apartemen yang kami sewa di sana was A.M.A.Z.I.N.G. Enggak luas banget, sekitar 36 m2. Tapi kami dapet kolam renang, taman tempat nongkrong, plus the best view ever. Not to mention, sebelah tower saya itu sungai. Seriously, kayak tinggal di manaaaa gitu.
My view back then. (Foto: dok. Pribadi).
Tapi, enggak tahu kenapa, saya enggak fit in sama neighbourhoodnya. Mall deket, bioskop banyak, rumah sakit juga ada. Tapi kayak ada magnet yang selalu narik saya buat ke Jakarta Selatan. Entah karena deket kantor Popo dan pernah setahun kos di Benhil, pokoknya tiap ngemall, saya selalu ke arah Kuningan atau Semanggi.
Sempet diskusi panjang (on and off ya) sama Popo. Dari mulai masih berdua, sampai hamil, sampai ada Zedd. Akhirnya sepakat, ya hati kami sreg-nya di Selatan. Dan ini step-step yang kami lakukan.
1. Hunting Apartemen
Mulailah berburu apartemen. Pertama mulai dari internet pastinya. Habis itu liat lokasi. Yang jadi pertimbangan itu luasnya, harganya, lingkungan sekitar, kelengkapan fasilitas dll.
Buat kami, yang penting itu grocery, entah indormaret, alfamart, supermarket, atau pasar.Pokoknya harus ada yang walking distance. Ini penting kalau Popo pas ke kebon dan saya sendirian. Atau tiba-tiba popok abis. Tambahannya, harus gampang cari galon, gas, dan laundry. Saya pernah maen ke apartemen temen saya, apartemen elit sih. Laundry dan galon cuma 1. Hzzz... dia sih nyuci sendiri dan balkonnya cukup buat jemuran.
Akses juga pasti jadi pertimbangan yah. Gampang enggak nyari taksi? Stasiun atau busway terdekat ada apa enggak. Emang sih sekarang ada ojek and taksi online. But still, just for back up and options.
Karena saya udah punya anak, rumah sakit juga harus deket yah. Apalagi kalau Zedd panas dan malem itu juga harus ke dokter. huhuhu... jadi reminiscing.
Parkir, maintenance fee, listrik, air, dan banjir juga masuk itungan yah. Ada apartemen yang pakai pulsa, ada juga yang enggak. Personally enak yang pakai pulsa sih. Nah, hal-hal ini pasti kami tanyain pas kami liat unit apartemen.
Jadi setelah kami liat-liat dari internet, kami datengin tuh masing-masing apartemen, termasuk yang di luar budget kami. Just to see the difference and what we're getting into. Kami milih buat datang ke broker, karena mereka punya banyak pilihan dan bisa langsung liat kapan aja. Kalau langsung nyari pemilik, lebih ribet karena harus janjian.
2. Budget
Sambil browsing apartemen, kami juga browsing soal KPA dan biaya cicilan, berapa lama ngutang.
Kesimpulan riset budget itu adalah, kami susah beli apartemen yang udah jadi. Harus beli apartemen yang masih...how do you call it? early bird? pokoknya beli yang masih tanah atau masih dalam tahap pembangunan.
Masalahnya, kalau kami nyicil apartemen yang belum jadi, lha kami tidur mana? Budget kami ya cuma cukup buat nyicil, enggak cukup buat nyicil + ngontrak rumah.
Ngubek-ubek google lagi, kami ternyata bisa beli apartemen yang udah jadi tapi dari tangan kedua, alias second. So we set our mind on that apartment.
Akhirnya kami udah tahu budget apartemen maksimal yang bisa kami beli cause partemen yang diincer juga udah ada. Setelah baca bukunya Prita Ghozie, saya sama Popo sepakat mau ngutang ke Bank Syariah aja karena cicilannya tetap.
Pas kesana, ketemu sama sepupu saya yang emang kerja di bank syariah dan ngurusin KPA/KPR. Kami konsultasi ke si Mas. Dan baru tahu kalau APARTEMEN SECOND ITU ENGGAK BISA DICICIL. Hwahahahaha...
Ada pengecualian kalau ada kerja sama. Lha bank Mas Sepupu saya ini malah kerja sama apartemen yang di Kebon Jeruk. Yaaahhh...
Pas fase ini kami mentok. Ya gimana, uangnya enggak ada. Waktu itu saya lagi hamil juga. Uang buat persiapan lahiran dan perlengkapan bayi juga enggak sedikit. Dengan berat hati, kami pending dulu niatan beli apartemen ini dan kembali nyewa 1 unit apartemen selama setahun.
--
Jalan setengah tahun, kami masih lost soal beli apartemen. Waktu ini, kami juga liat-liat rumah dan makin manteb buat enggak beli rumah dulu, at least for the next couple of years. Kebetulan waktu itu Yang Uti dan Yang Kung masih nemenin saya dan Sipa di apartemen inceran.
So this was where fate intervened.
Pemilik unit yang disewa sama Eyang, nawarin apartemennya. Waaaa... padahal kami lagi enggak nyari. Moreover, harganya murah.
Buat gambaran, pas saya hamil (2014), harga apartemen di internet di broker sekitar x00 juta.
Yang ditawarin sama si Mas ini x00 - 40 juta (2016).
Kalau perbedaan sama di Internet bisa sampai 70 juta lebih murah.
Padahal udah beda tahun lho.
More intervention from Allah SWT: Popo dapet promosi dan bonus yang cukup besar buat standar kami. Alhamdulilah...
Saya jadi ngerasain apa yang dulu sering diomongin orang-orang. Beli properti itu emang pulung (bahasa Jawa). Kalau udah jodoh, enggak akan kemana. Keinginan kami buat beli apartemen dari 2013 yang enggak punya budget sama sekali, 2014 udah ada DP tapi ternyata enggak bisa dicicil, 2015 totally lost, 2016 kami akhirnya dipertemukan sama our first 'home.' Can't say Alhamdulillah enough for this blessing.
Next mau ngomongin detail and proses belinya. Ini harus nanya-nanya Popo dulu, karena saya enggak begitu ngerti.