Ngomongin soal ngedekor apartemen atau rumah, saya mungkin enggak ada apa-apanya dibanding buibu home decor influencer di Instagram yang punya puluhan sampai ratusan ribu followers.
Sebut aja @bebydevlin, @babydinata, @hanibii, @nugrohouse, dan masih banyak lagi. Yang saya sebut itu, buibu yang lahan rumahnya juga terbatas, ya
Tapi saya tetep berharap tips and trik mendekor apartemen dari saya ini bisa berguna. Saya hidup di apartemen super kecil, lebih kecil dari ruang display Ikea yang 36 m2. Saya sering papasan dengan sesama ibu-ibu muda (eciyeh, pede amat). Jadi, menurut saya, banyak yang kayak saya, new small family who couldn’t afford a proper house but still wants to live in the middle of this city.
So, for those women, this post is for you.
1. Buat yang Punya Bayi-Balita, Pilih Stroller Kecil
Banyak banget bayi di apartemen saya. Saking banyaknya, sampai ada posyandu dan 2 daycare. Jadi stroller ini pasti bakal jadi masalah.
Saya tahu, semua ibu pasti pengen anaknya nyaman. Dan nyaman itu identik sama stroller gede. Tapi apartemennya kan kecil. Ya mau enggak mau, harus adapt.
Saya pernah nulis sekilas di post bawah ini,
Ibu yang tinggal di apartemen, lebih baik milih stroller kecil, lightweight stroller, atau travel friendly stroller. Intinya stroller yang kalau dilipet jadi kecil.
Ini posisi enggak dilipet. Mayan makan space, yes?
Ini pas dilipet, much better kan?
Saya pribadi prefer yang bentuknya mirip Combi, Aprica, Joie Sma Baggi/Joie Mirus. Karena lipetnya gampang, kalau dilipet enggak makan tempat, dan bisa full reclined. Jadi bayi newborn bisa rebahan.
Empuknya gimana? Ya, keras lah. Sebelum Combi saya pakai Coco Latte Trip-R yang mantab. Itu kasurnya emang empuk. Jadi saya akalin dengan beli alas stroller. Saya beli yang standar di MBFair. Tapi kalau budgetnya ada sih, ada lah alas stroller yang mihil nan empuk.
Lebih jelasnya baca di sini, Review Combi Cozy.
Lebih jelasnya baca di sini, Review Combi Cozy.
Itu juga yang saya tekankan, hidup di tempat sempit alias living small ini, mahal lho. Alas stroller itu baru satu contoh. Ke bawah, akan lebih banyak lagi.
Anywhoo, Zedd bisa bobo nyenyak bahkan tanpa alas stroller.
Pilihan stroller lain, menurut saya adalah MacLaren, karena kecil dan bisa full reclined setahu saya. Ada juga beberapa temen daycare Zedd (daycare nya di apartemen, jadi temen daycare Zedd juga tinggal di apartemen, beda tower aja) yang pakai stroller Pockit. Walaupun kecil, saya kurang suka karena rempong lipetnya dan anaknya enggak bisa tidur rebahan.
2. Customize Your Furniture
Walaupun ada beberapa dekorasi rumah yang emang mungil dan bisa langsung dibeli, kalo buat furniture gede, saya milih custom. Misalnya kayak sofa, lemari.
I learned it the hard way. Waktu itu saya pesen sofa 2 seater di pameran di Mall Ambassador. Murah emang, tapi jadinya kegedean dan enggak pas sama sekali. Setelah denial beberapa bulan, akhirnya sofa itu kami kasihin ke kerabat.
Belajar dari situ, saya kapok beli furniture jadi. Apalagi saya pernah ngontrak di 2 apartemen sempit, keduanya punya kolom yang nongol. Jadi dindingnya enggak rata. Thus, ya harus custom.
3. Make Them Fit
Di post saya di bawah ini,
Saya cerita susahnya nyari kontraktor buat kitchen set. Alasannya adalah apartemen kami terlalu kecil. Saking kecilnya, ukuran-ukuran standar pun enggak masuk.
Saya ditolak beberapa vendor Kitchen Set karena saya mau lebar kabinet bawah itu 50 cm. Kenapa ditolak? Karena standarnya 60 cm. Di Ikea pun lebar kabinet bawah 60 cm.
Saya ngotot ukuran 50 cm itu karena emang lebar dapur kami cuma segitu. Kalau dibikinin kitchen set dengan lebar 60, lha ya bakal nongol dan enggak pas di apartemen.
Lihat tembok sebelah pintu? Itu yang saya maksud lebar 50 cm. Kebayang kan kalo itu nongol 10 cm? Jadi nabrak pintu.
Ini versi close-up nya. Itu aja masih nongol dikit mejanya. Harusnya table top segaris sama backsplash. Tapi nanti sink-nya enggak muat. Ah dilema hidup di apartenen mini.
Padahal point nya custom kan biar pas. Alhamdulilah setelah nyari dan nyari, akhirnya ketemu vendor yang mau ngikutin mau kami.
Sofa juga gitu, saya ditolak karena enggak ada yang mau ngikutin lekukan dinding. Lha, kan namanya custom yak? Mau dilekukin kayak apa, harusnya bisa. Apalagi ini cuma kolom nongol dikit, bukan yang sofa melingkar gitu. Alhamdulilah setelah nyari dengan sabar, ketemu vendor yang mau beneran custom sofanya.
Tahun depan saya mau custom lemari baju. Karena lemari baju yang sekarang itu beli dan, lagi-lagi, kedegean. Semoga enggak ada drama-drama ditolak lagi. Amin...
Pokoknya harus kekeuh cari kontraktor yang mau ngikutin ukuran ruangan apartemen.
4. Kurangi Barang
Nah, ini saya sedikit ambil dari prinsipnya Marie Kondo atau dikenal juga sebagai Konmari. Nanti lengkapnya di bawah ya soal si Konmari ini.
Bertentangan dengan prinsip Ikea yang maximizing storage, saya milih menggunakan metode Konmari, yaitu memilih hanya barang-barang yang saya sukai aja yang ada dalam rumah. Menurut saya, enggak usah dimaksimalin lah. Puyeng euy lihatnya.
Jadi prinsip saya soal storage adalah:
- Semua barang harus kelihatan.
Saya tahu ada beberapa orang yang rekomen untuk nyimpen tas dalam tas. Nyimpen barang di bawah tempat tidur atau dalam koper.
Ini kabinet atas dapur. Sebenernya ada space lumayan dalem. Tapi saya pilih enggak maksain pakai tempat itu. Biarlah kosong, yang penting bumbu bisa diakses. And it looks pretty too...
This is a big no for me.
Itu pontensi buat bikin barang itu jadi junk. Saya pernah coba, and guess what, enggak pernah ada yang inget kalau ada barang di situ. Jadi, instead of using that stuff, I ended up buying a new one.
- Jangan full
Yang bagian ini, saya masih suka berantem sama Popo. Jadi saya belajar bahwa lebih enak kalau space itu enggak dipenuhin.
Misalnya lemari baju, mending jangan full karena susah kan narik bajunya. Atau rak piring, jangan semua diisi, karena bakal susah kalau ngambil piringnya. Sisain space kosong sekitar 30 persen lah. Supaya enak diliat dan lebih gampang kalau mau diambil.
Menurut Popo, saya buang-buang space. Menurut saya, Popo terlalu maksain space.
Meja tv versi Popo
Meja tv versi saya.
Anywhoo, dengan tipikal storage kayak gitu. Saya punya jumlah maksimal barang-barang yang ada di dalam apartemen. Maksimal piring, maksimal gelas, maksimal baju, maksimal sepatu, tas, dll.
Kalau saya belanja dan space nya mulai penuh, itu tanda saya harus ngebuang beberapa barang lama.
Dan ternyata ngurangin barang itu susah saudara-saudara.
Di bukunya Konmari menekankan bahwa kalau pake metodenya, maka kita cuma perlu bebersih 1x seumur hidup. Bukan bersih-bersih kayak nyapu gitu yah. Tapi bersih-bersih besar yang dilakuin setahun 2x gitu lho.
Tapi saya belum bisa tuh kayak Konmari. Mungkin karena saya dan Popo masih enggak sepaham. Tiap mau buang barang, kami selalu beda pendapat.
Konmari pun udah memprediksi ini. Makannya dia nulis di buku The Life Changing Magic of Tidying Up, mulai lah dari baju, terus buku, baru momento-momento yang berharga.
Kasus saya problemnya di buku. Popo enggak mau buang/donasikan buku-bukunya. Padahal saya saksi hidup kalau itu buku enggak pernah dia sentuh.
Akhirnya rak buku ini keluar juga dari apartemen minin+ buku-bukunya. Alhamdulilah enggak ada yang kebuang. Rak buku pindah tangan ke sahabat saya, dan buku nyebar ke beberapa teman-teman kami.
Hidup di apartemen mini kayaknya akan mendorong saya buat mulai beli buku online trus dibaca di handphone atau nebeng baca di tablet-nya Popo ajah.
Ketakutan-ketakutan kayak, wah nanti kalau aku mau baca gimana? Kalau aku mau baca ulang gimana? Di situ lah Konmari minta buat megang buku itu, trus bener-bener pikirin “does this item spark joy?”
Kalau iya, simpen. Kalau enggak, thank the book, then let it go to someone or someplace else.
Teorinya sih gitu. Tapi Popo enggak bisa, secara dia enggak baca buku Konmari.
-____-“
Ini beberapa hal yang sulit dibuang tapi akhirnya kami buang: atas, bungkus sim card yang kayaknya penting. Tapi yaudalah, povider or internet pasti punya infonya juga kan?
Bawah, pentunjuk penggunaan jam tangan saya dalam belasan bahasa, plus bungkusnya yang unyu. Kelengkapan barang yang dibutuhkan KALO barang itu mau dijual. Jam tangan saya basic and just a regular watch, kecil kemungkinannya dijual. Beda sama dus+printilan handpone yang pasti dijual.
—
Well it’s a learning process. Menurut saya, kondisi apartemen kami sekarang udah jauh lebih baik dibanding apartemen kami waktu masih pengantin baru. Walaupun, masih banyak yang harus kami pelajari dan ubah to make this apartment as home.
Hidup di tempat sempit berarti ngubah gaya hidup ke minimalism, less stuff. Jangan malah ngulik bikin storage dan berharap apartemen bisa menampung semua barang kayak dulu waktu tinggal di rumah.
Konmari nulis di bukunya, pernah enggak sih kalian ngerasa lengen bersih-bersih waktu lagi ada deadline? Kalau jawabannya pernah, well then you’re just like most people.
Kebanyakan orang procrastination dengan bebersih. Menurut Konmari, ini karena rumah yang terlalu penuh itu kinda hide your problems. I might said it wrong, just read the book and you will be amazed. Hoalah, mung dengan resik-resik, uripku iso burbah ngene?