Setelah jadi ibu selama 5 tahun dari 2 anak, Zedd (5) dan Elle (2), GTM alias gerakan tutup mulut sebenernya bukan hal asing ya. Every once in a while pasti ada lah fase anak-anak GTM. Alasannya juga macem-macem, ya tumbuh gigi, ya radang tenggorokan, atau ketika eksperimen masakan saya gagal.
Saya sendiri udah punya beberapa trik dan tips yang selama ini cukup berhasil. Triknya cukup sederhana kok,
- Ajak anak-anak turun ke playground atau mall.
Apartemen kami di Jakarta cukup sempit. Pas anak-anak GTM, biasanya saya ajak mereka main di playground atau mall di bawah apartemen. Walaupun makan sambil jalan/main itu enggak ideal, sesekali pas GTM enggak apa-apa lah ya.
- Stok makanan favorit anak-anak
Layaknya tinggal di komplek, apartemen kami ini juga banyak banget tetangga jualan. Beberapa diantaranya itu favorit anak-anak, seperti nugget homemade atau spaghetti brûlée.
Sayangnya tips dan trik andalan saya ini enggak berguna di kondisi saat ini, karena kami sekeluarga baru pindah ke Belanda. Huks.
Di negara kincir angin ini, kami tinggal di kota kecil dan enggak ada mall. Boro-boro mall, stasiun kereta aja enggak ada. Masih lebih accessible Citayeum ya, hahaha...
Jadi tips pertama enggak bisa lagi dijalankan. Ada sih taman di sini, tapi kami pindah di bulan November dan suhu mulai dingin, anak-anak justru enggak selera makan karena kedinginan. Oh iya, kami juga masih harus karantina mandiri 10 hari karena pandemi. Tips kedua juga enggak bisa. Enggak ada tetangga yang jualan. Huhuhu...
Di hari-hari awal, saya udah mulai senewen. Saya cuma punya roti tawar dan sereal. Dua sarapan favorit anak-anak. Eh, mereka enggak doyan dong. Pas saya coba, ternyata selainya lebih asam daripada selai di Indonesia. Serealnya pun pahit, enggak manis. Wah, makin pusing saya.
Saya paham kalo anak GTM itu biasa. Tapi GTM setelah kami terbang 14 jam di pesawat waktu pandemi Covid-19, itu bikin deg-degan parah. Imunitas anak-anak enggak boleh turun dan salah satu cara jaga imunitas ya dengan memastikan asupan nutrisinya cukup.
Kalo udah mentok gini, saya telpon Eyang Uti-nya anak-anak buat curhat sambil minta masukan. Ngobrol sama Uti selalu bikin saya lebih tenang dan bisa mikir lebih jernih. Menurut beliau saya nya jangan stres, sekarang fokus aja apa yang bisa masuk ke mulut mereka. Toh mereka kan anak-anak, jangan disamakan porsinya sama orang dewasa.
Iya juga, ya. Kok ya saya enggak kepikir soal ini? Akhirnya saya cari artikel soal porsi ideal makan anak dan bahan makanan apa yang bisa meningkatkan imunitas.Strateginya adalah fokus ke kualitas daripada kuantitas. Biasanya saya langsung masuk ke website nya The Asian Parent Indonesia, biar lebih cepet. Soalnya kalo cari langsung dari Google, saya masih harus nyeleksi website-websitenya, ribet. Belum lagi kalo masuk portal berita yang artikel pendek pendek tapi harus klik klik terus. Yang pasti-pasti aja lah.
Keputusan saya tepat, saya menemukan artikel tentang porsi makan balita di sini:
https://id.theasianparent.com/porsi-makanan-anak-balita-yang-cukup-untuk-tumbuh-kembangnya
Ternyata porsinya enggak sebanyak yang saya pikirin. Untuk satu kali makan cukup 2-5 sendok makan nasi atau 1 lembar roti. Karena anak-anak masih adaptasi tempat dan cuaca baru, saya pake standar yang bawah aja. Kalau mereka mau 2-3 sendok makan, ya udah cukup.
Untuk buah, 1/4 apel ternyata cukup atau standar minimal buat sekali makan. Enggak seberat yang saya kira, 1 apel utuh. Hahaha...
Mulut belepotan yang bikin happy. Walaupun baju kotor, yang penting nutrisi cukup.
Ada juga porsi buat susu yang alhamdulilah anak-anak doyan setelah minggu kedua. Di minggu pertama, mereka agak males karena biasa minum susu berasa kayak susu coklat atau susu stroberi. Surprisingly, itu susah dicari di sini. Susunya cenderung putih semua. Jadi asupan susu Insya Allah cukup, karena takarannya 125 ml.
Zedd juga semangat makan. Sama-sama berjuang di tempat baru ini ya, Nak,
Protein susah nakar gram-gramannya, tapi patokan saya di telur, karena anak-anak doyan telur. Balita ternyata butuh 1/2 - 1 butir telur buat 1 HARI. Wah, ternyata not bad ya. Kirain 1 kali makan harus ada protein 1 telor selama ini.
Of course makin banyak makin bagus ya. Cuma di kondisi GTM gini, saya fokus ke yang minimal-minimal dulu aja.
Walaupun kuantitas makanan mungkin minim, saya juga fokus ke kualitas bahan makanan yang emang bernutrisi dan bagus buat imunitas. Semuanya ada di artikel ini:
https://id.theasianparent.com/meningkatkan-imunitas
Alhamdulilah banyak bahan di artikel itu yang ada di sini, kayak keju, bayam, jahe, oats, alpukat, pisang, minyak zaitun. Harganya pun ada yang lebih lebih murah daripada di Indonesia, terutama keju dan olive oil.
Oats + madu lokal + chia seed. Tambah kismis buat manisnya. Alhamdulilah doyan. |
——
Sekarang sudah hampir 2 bulan kami di sini. Alhamdulilah anak-anak mulai bisa adaptasi. Mereka sudah mau makan selai asem itu dan susu putih plain. Mereka juga doyan banget sama oats. Kami juga sudah menemukan beras yang pas. Saya pernah coba kasi mereka roti dan pasta sehari penuh, malemnya Zedd minta nasi, hahaha...
Buah juga mereka mau makan, walaupun beda dari yang di Indonesia. Biasanya makan kelengkeng, melon, atau mangga, di sini jadi banyak apel dan anggur. Khusus buat Zedd, dia dipaksa makan buah juga sama sekolahnya, karena bekal sekolah hanya boleh buah. Hahahaha,,, blessings in disguise.
Bekal Zedd di hari terakhir sekolah, sebelum lockdown. |
Alhamdulilah juga sampai sekarang kami sehat.
Itulah sedikit cerita saya soal GTM. Pasti berat, apalagi pas pandemi gini. Saran saya, don’t be too hard on ourselves. Banyak baca, belajar dan berdoa. Apalagi zaman sekarang, banyak ilmu parenting yang gampang didapat. Tentunya dari website parenting yang terpercaya, ya. Kayak Asian Parent.
Yang mau ceki ceki atau cari inpirasi juga, ini webnya The Asian Parents ya.
Stay safe and healthy everyone!!