This is gonna be a dark post.
Sungguh kukira masa-masa galau enggak bisa tidur sudah berakhir ketika udah lewat masa puber. Akhir-akhir ini jadi flash back zaman SMA, waktu enggak bisa tidur karena berantem sama Popo.
Yup, I’m having insomnia again, after 15 years. Thanks to Corona.
Ini virus beneran bikin bingung LITERALLY EVERYBODY. Saya sampe capek liat semua kebingungan ini.
- Mulai dari yang kecil ya, soal jam jemur. Awalnya jam 10 pagi, trus saya turun tuh buat jemur. Rame, banyak anak-anak juga pada jemur. Enggak lama ada lagi pendapat bahwa yang bagus itu jemur di jam 8-9. Beneran besokannya langsung sepi. Apparently everybody reads or watch social media nowadays.
- Soal bilik antiseptik juga enggak kalah heboh. Semua heboh sediain bilik antiseptik. Pas biliknya udah banyak banget disediakan, sampai mall bawah apartemen nyediain. Eh, ternyata itu bilik bahaya buat orang-orang. Lah kenapa baru dibilangin malih? Itu beneran mall bawah baru sediain lho, besokannya enggak ada.
- Hari ini, 7 April 2020, tante kirim video yang menurut saya valid sumbernya, menteri agama ngomong kalau masyarakat boleh sholat taraweh. Malemnya buka twitter, ada berita online yang nulis soal edaran pemerintah kalau sholat taraweh di rumah aja dan tidak ada sholat ied. This happened in like hours.
- Update: kemaren go ride dan grab bike juga sempet ilang, sekarang udah ada lagi.
I am fully aware that all of this confusion is normal. Covid-19 ini baru, semua juga bingung. Toh semua perubahan-perubahan yang cepet banget itu juga demi keselamatan dan kesehatan semua.
Walaupun demi kebaikan, this has been causing such emotional roller coaster for me. Bahkan tanpa hal-hal itu aja, udah naik turun emosi saya.
Tanpa mengecilkan orang-orang lain yang beda status, jadi orang tua dari 2 anak balita di era covid ini is so F-ing crazy. Bukan karena harus 24 jam bareng atau homeschooling, tapi karena takut gimana kalau ada apa-apa sama kami, orangtua nya? Not too mention, I’m not working. Buat yang mau nyalahin “salah sendiri resign?” Please don’t! I resigned cause we couldn’t afford childcare, not because I’m lazy.
Back to corona, semua pikiran negatif dan gelap itu selalu datang, tapi biasanya Zedd bakal teriak “Mami, aku sayang banget sama Mami!” Disusul Elle yang minta nenen. Saya pun harus balik ke mommy-mode, senyum dan kembali nemenin mereka main. They deserve life as normal as it can be right now. As for me, I can’t even process anything.
Apalagi kalau liat mereka lagi main di taman atau jemur. Perasaan senang lihat mereka main langsung kecampur sama perasaan sedih pas liat tamannya kosong. Padahal biasanya banyak anak-anak. Berasa ada di post-apocalyptic film, which is very depressing for me.
Zedd sendiri memroses ini pake caranya sendiri. But he definitely feels the tension. Celetukan kayak “kok mall-nya pada tutup sih? Kan masih ada matahari?” Yang kalau ditranslate maksudnya, kenapa mall sepi amat dan pada tutup toko-tokonya, padahal masih siang.
Celetukan lain itu soal Eyang Uti dan Yang Kung yang enggak muncul-muncul, padahal biasanya 2-3 minggu datang ke Jakarta. “Eyang ke sini, dong. Nanti kan bisa cuci tangan biar enggak kena virus.” These just breaks my heart.
Apa yang saya rasain ini mungkin hal yang enggak sensitif buat beberapa orang. Diantara banyaknya PHK, banyak yang susah makan, apa boleh saya yang sehat dan suami masih wfh ngeluh soal hal-hal di atas?
I have to be grateful for a lot of things but I’m very frustrated at the same time.
This pandemic will go on for a long time, no matter how many people write “semoga wabah ini segera berakhir.” Yet it won’t. A lot, and I mean a lot of people will get this virus. The number is out there, many experts have many calculations and scenarios.
I just wish we make it out alive.
Bismillah, may Allah SWT protect us.